I Love You, Mom, Dad

Alhamdulillah…

Rasanya beruntung sekali diri ini. Ketika jiwa muda yang masih lugu menapaki pendidikan demi pendidikan di sela-sela harinya. Teringat masa-masa kecil ditengah keluarga yang serba kekurangan, namun semangat juang tak pernah rela untuk dipadamkan. Ibuku senantiasa menginspirasi, dalam setiap tetes keringat dan air mata yang beliau curahkan, tersirat do’a dan zikirnya pada sang pencipta, semoga kedua anaknya kelak akan menjadi anak-anak yang berbakti pada agama dan kedua orangtuanya.

Ayahku tak kalah bersenandung, meski dengan wataknya yang jauh berbeda dari ibuku. Bahasanya dengan jemari, tuturnya dengan lengan dan bahu. Walau nasehatnya berupa lecutan kayu, namun tersirat harapan besar dari matanya yang mulai kabur ditelan waktu. Itulah ayahku, ayah yang kuat walau diselingi berbagai keterbatasan, namun ku tetap bangga memilikinya.

Keduanya berbeda latar belakang, ibu dari keluarga cendikiawan, ayah dari keluarga terbelakang, petani dan pedagang. Namun hidup mereka dulunya tak jauh berbeda. Sama-sama berkekurangan. Ibu dengan kecerdasan dan multi talenta yang dimilikinya, menjadi tauladan se Sumatera Barat ketika ia menginjakkan kakinya di bangku pendidikan. Walaupun impiannya menjadi mahasiswa ITB kandas karena tak punya cukup modal, dan meskipun cita-citanya menjadi dokter harus ia hapus karena hidup dibawah kemiskinan, ia tetap menjadi inspirasi semua orang. Walaupun akhirnya hanya mampu berkuliah di IKIP Padang jurusan pendidikan kimia, prestasinya tetap membanggakan sebagai mahasiswa terbaik di eranya. Walaupun tiap hari harus berkeliling menjual telur ayam milik orang kampung di sela-sela perkuliahan, meski harus menanggung nafkah semua anggota keluarganya, makan minum orang tuanya, biaya kuliah adik-adiknya, ia tetap teguh dan bersemangat menjalani hidupnya. Dan sekarang beliau pun menjadi guru di salah satu sekolah di kota tempatku tinggal.

Berbeda dengan ayah, yang hidupnya dari kecil sangatlah melarat. Subuh hari mencari rumput makanan ternak di lereng perbukitan, menolong ibunya meracik pinang untuk dijual, bejalan kaki ke sekolah yang jaraknya lebih dari lima kilometer dengan kaki setapak tanpa alas, hingga remaja menjadi stokar angkutan umum di jalanan kampung halamannya. Walaupun cita-citanya hanya menjadi supir bis di kampung, namun Allah memberinya banyak keberuntungan, dengan berkuliah di Medan bermodal beasiswa dan hasil keringat usahanya. Hingga beliau menjalin cinta dengan ibu ketika sama-sama berdinas di tempat yang sama. Dengan bantuan ibu beliau menamatkan pendidikannya sebagai ahli madya otomotif, hingga beliau menyempurnakan langkahnya menjadi pengajar setelah berhasil meraih sarjana pendidikan otomotif. Sama dengan ibu, beliau sekarang menjadi guru di salah satu sekolah di kotaku.

Apapun cerita mereka, sekarang Allah memudahkan langkah-langkah itu. Mereka berdua adalah inspirasiku, betapa berat perjuangan hidupnya. I love you, Mom, Dad.

4 thoughts on “I Love You, Mom, Dad

Give a comment