Menyelami Dunia Rasa dan Empati

Lidahku akhirnya berucap, tanganku akhirnya bekerja. Otakku mulai menganalisa, hatiku bergetar. Inilah rasa-rasa luar biasa yang kuterima saat pertama kali melakukan tugas visite di Interne ketika Junior Clerckship. Di depanku ada wajah penuh gelisah dan penat, semuanya bersembunyi dibalik senyuman bibirnya. Keramahannya membuat batinku lega, inilah pasien pertama kami.

Meski telah penat 100 hari berjuang mencari pengobatan, bapak dari lima anak ini tetap tersenyum. Istrinya dengan setia menemani. Tiga hari yang lalu beliau datang ke rumah sakit, kami pun dengan semangat menggali informasi. Belajar menganamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien yang sebenarnya, suatu pekerjaan yang sudah sangat sering dikerjakan para dokter dan dokter muda. Hal biasa dan mungkin sangat biasa yang sehari-hari ditemui oleh mereka ini justru menjadi sesuatu hal yang sungguh berharga bagi kami, para pemula. Akhirnya keterampilanku diuji disini. Aku serasa bermimpi, namun ini nyata. Rasa penasaranku seolah terobati.

Pasien ini sungguh membuatku tergugah. Lelaki berusia 43 tahun ini terlihat begitu sabar. Terdapat pembengkakan di leher beliau sebesar koin logam sejak 1 tahun yang lalu dan semakin bertambah ukuran dan jumlahnya beberapa hari ini. Sempat didiagnosis Tb kelenjar dan telah menjalani pengobatan OAT, dan akhirnya drop out karena tak ada perbaikan setelah 2 bulan minum obat. Dokter sebelumnya lah yang memintanya berhenti minum OAT sambil kontrol ke RS. Tapi itu 6 bulan yang lalu, karena saat ini beliau dirawat di bagian interna RS kami.

Meski penyakit yang belum pasti, dengan kemungkinan terburuk adalah limfoma malignum bahkan Ca Nasofaring, beliau tetap bertahan di RS. Hingga hari berikutnya saat dokter yang menangani beliau melakukan visite mengatakan bahwa kemungkinan terburuk itu tetap ada, aku melihatnya berusaha menahan tangis dibalik diamnya. Bapak yang berprofesi sebagai wiraswasta otomotif ini sempat berkata padaku, dia sedih karena menderita sakit saat mulai berhenti merokok. Beliau bilang, berhenti merokok demi anak-anaknya, agar tidak merokok seperti dirinya. Beliau ingin lebih sehat supaya bisa mencari nafkah untuk keluarganya. Mengingat ucapannya waktu itu batinku serasa bergetar ketika berita itu disampaikan oleh dokter tersebut. Disaat itu, aku mulai merasa kasihan.

Tapi, aku masih belum terlalu mengerti bagaimana sebenarnya dan seharusnya seorang dokter bersikap dengan hatinya. Bagaimana harus berempati. Karena jika rasa iba tercampur baur di dalamnya, justru akan melemahkan keberanian seorang dokter. Dokter harus tetap tegar dengan kenyataan terburuk apapun yang akan diperolehnya, termasuk harus berani menyampaikan apa adanya pada pasien.

Dari sekian banyak materi di perkuliahan ini, empati mungkin adalah salah satu yang tersulit. Tak boleh antipati sama sekali, dan tak boleh pula terlalu mengasihani. Merasakan apa yang dirasakan pasien, tapi tak ikut menangis saat pasien menangis, namun tak pula cuek dengan kesedihan pasien. Jujur, menurutku, aku masih bingung.

6 thoughts on “Menyelami Dunia Rasa dan Empati

  1. aminocte

    Sama an, dosen Konseling ami juga bilang kayak gitu, ‘kalian harus berempati, tapi bukan simpati’

    Kalau merasa kasihan kayak gitu sih nggak apa2 kayaknya an, asalkan nggak mempengaruhi keputusan terapi yang dibuat/pertimbangan lain si dokter itu sendiri
    pokoknya jangan sampai karena kasihan, trus kita maksa ngasih tindakan A, padahal yang terbaik buat beliau itu B

    Kalau di matkul konseling sih cara bedainnya itu pas menyampaikan ‘kabar buruk’ ke pasien, atau pas pasien curhat gitu. Kalau kita ikutan nangis, berarti kita baru saja bersimpati (terbawa suasana), tetapi kalau kita bisa memahami, merasakan apa yang dialami pasien, dan tetap bisa terlihat tenang, nggak ikutan nangis, itu namanya kita udah bisa berempati.

    Ganbatte ne 😀

    Like

    • sandurezu

      iya mi.. jd ingat ketika FOME tahun 2 dulu, saat2 melatih berempati. Belajar membedakan empati dg simpati. Buat anak -melan- ky an *jujur,hha.. emang agak susah, krna sering terbawa simpati. it touches the heart too much..

      arigatou ne ami-chan :mrgreen:

      Like

Give a comment