14 x 24 Jam sebagai Dokter Muda Obgyn, sebuah Kisah di Batusangkar

Empat September 2013, kami berangkat menuju sebuah negeri yang pernah dipenuhi sejarah-sejarah pusaka. Negeri para raja Minangkabau meletakkan tahtanya, di bawah jejeran gonjong istana Pagaruyung. Ya, itulah sebuah kota bernama Batusangkar, tempat kami hidup dua minggu berkelana mencari ilmu, pengalaman dan.. so pasti, rehat sejenak, eh bukan, jalan-jalan maksudnya. Hehe. *Niatnya gitu, wkwk.

Siklus kali ini, siklus obstetri dan ginekologi, yang lebih pamor di telinga dokter muda dengan sebutan obgyn, atau yang lebih lazim didengar masyarakat awam dengan sebutan “kebidanan”, membawa kami bertiga -saya, febi dan dika-, lelaki-lelaki beruntung, ke kota Batusangkar. Kami mendapatkan tugas dinas jaga disana, 14 x 24 jam non stop, sebagai dokter muda sekaligus dokter jaga di bagian kebidanan RSUD Batusangkar. Waw. Amazing deshou? ๐Ÿ˜€ -__-”

Ingin sedikit bercerita, bagaimana kami selama disana, bagaimana pelajaran yang kami dapatkan selama disana. Ehhm… hhe

Tiga puluh lima ribu rupiah, modal awal berangkat ke Batusangkar dengan travel. Kami bertiga berangkat dari Padang pukul 13.00, dan mendarat dengan selamat di RSUD Batusangkar pukul 16.00. Disana kami tinggal di sebuah kamar dengan merek “ruang pemeriksaan dan USG”. Wow. Tapi bukannya USG, disana ada 2 helai kasur empuk di atas lantai, dan 1 bed rumah sakit yang masih utuh. Selain itu ada 3 lemari kecil dan 2 lemari besar dan satu ruangan kamar mandi di dalamnya. Disanalah kamar kami, tempat kami bertiga istirahat, tidur, makan, nyantai, bersih-bersih, dan melepas penat setiap harinya. Disanalah kamar dokter muda.

Dinas kali ini cukup menantang menurutku, kami harus jaga 24 jam non stop di sebuah gedung bersalin, sebuah gedung rawat inap kebidanan, dan sesekali ke Poliklinik Kebidanan, kamar Operasi -a.k.a OKA- dan Instalasi Gawat Darurat (IGD). Tugas kami sederhana nan rumit, menerima pasien kebidanan dengan segala keluhannya, hingga membantu pengobatannya hingga pasien pulang. Termasuk mencatat setiap data rekam mediknya, hingga menulis follow up terapinya. Tercatat di buku catatanku, ada 52 pasien rawat inap selama kami dinas disana, selama 14 hari. Jumlah yang cukup banyak untuk kami tangani bertiga. 30 Diantara pasien partus alias pasien ibu hamil yang hendak melahirkan pervaginam, selebihnya pasien rencana Sectio Caesarea dan pasien dengan keluhan-keluhan kebidanan, seperti pasien abortus, HEG, IUFD, PRM, dan lain sebagainya. Meskipun banyak, tapi syukur alhamdulillah juga, kami dapat belajar lebih banyak, dan mendapat pengalaman yang lebih dibandingkan selama di Padang, walaupun menguras keringat dan jam tidur. -__-”

Setiap hari, pagi-pagi pukul 5 seusai shalat subuh, kami memfollow up kondisi pasien sampai menulis resep, kadang-kadang kami mengisi follow upnya saat malam hari karena takut tak sempat saat subuh, kemudian pukul 8 ada visite dari konsulen, dan biasanya berakhir dengan “Hot Seat”, ckck. Hot seat adalah istilah ‘mengerikan’ ketika konsulen menguji kami satu persatu dengan pertanyaan-pertanyaan berdarahnya. wkwkwkwk. Sang konsulen duduk manis di atas sebuah kursi panas, sementara kami dokter muda berdiri berjam-jam menjawab setiap pertanyaan beliau. wkwk. Hot Seat ini terkenal di Batusangkar, sudah banyak korbannya, wkwk, tapi alhamdulillah kami mungkin beruntung karena hanya mendapatkan hot seat selama satu kali dan itupun cuma 20 menit, hehehe. Pukul 10 pagi, kami bergiliran jaga di poliklinik hari per harinya, kadang jika ada pasien yang operasi, kami juga bagi-bagi tugas. Siang hingga subuh lagi, kami jaga di gedung bersalin, sesekali mengunjungi kamar rawat dan igd. Rutinitas itu yang kami jalani selama 14 hari disana.

Akan tetapi disana, kami bertiga dibimbing oleh dua orang senior residen yang buaaaiikkk buaangettt dan gookilll abis..hehehehe. Tanpa mereka mungkin hidup kami akan terasa hampa dan merana selama disana. Hehe. Bagaimana tidak, merekalah yang selalu mengajak kami jalan-jalan, makan-makan, keliling-keliling kota bahkan hingga ke luar kota dengan mobilnya. haha. Tentu saja merekalah yang senantiasa mengajari otakku yang masih bloon ini, mengajariku menggunakan jemari, mengajariku mengendalikan emosi (wwkwk), menangani pasien-pasien gawat darurat di kebidanan. Our great teacher and brother and sister and friends, those were bang dr.M.Fahlevy (a.k.a bang Levy) dan kak dr.Befimiroza Adam (a.k.a. kak Beffi). Mereka guru terbaik kami selama disana, suer. ๐Ÿ™‚ Thank you so much bang levy, kak befi… ^__^ I miss you very muchhhh.

Selain bang levy dan kak beffi, kami juga ditemani beberapa bidan jaga yang gokil dan baik hati, meskipun mereka cerewet padaku, ckck. Thank you very much.

Ada beberapa momen berhargaku selama disana, truly, ‘baddas’ memory and maybe unforgettable for me. cckck

Ada momen disaat pertama kali aku memegang pasien yang hendak melahirkan. Aku dibimbing pertama kali oleh kak Beffi. Saat itu tengah malam, pukul setengah dua belas malam, dan aku rasa mood kak beffi sedang dalam lampu merah, wkwkwkwk. Saat itu ada seorang pasien yang akan segera melahirkan, alias sudah Kala II. Pembukaan lengkap dan sudah mulai dipimpin mengedan. Kak beffi dengan sigap memimpin proses persalinan, sementara aku masih bloon dan kebingungan. ckck. Aku masih ingat saat dihujani suara-suara omelan itu. ckck. I was really going to death at that night. –” Bayangkan, tidak ada satupun hal yang dapat kupahami meskipun sudah berusaha membaca buku APN (asuhan persalinan normal) sebelumnya, seperti semuanya menghilang dari kepala karena saking stress menolong ibu bersalin. ckck. Aku merasa jadi manusia paling bodoh di dunia. Tapi alhamdulillah bayinya lahir dengan selamat. Alhamdulillah…

Pasien selanjutnya, dengan bang levy. Inilah pasien yang aku pimpin mengedan pertama kali. Meskipun rasa percaya diriku masih minim, aku berusaha tenang dan membantu proses persalinannya. Mulai dari lahirnya kepala, bahu, badan dan seluruh tubuh, hingga membersihkan jalan napas, mengklem dan menggunting tali pusat, mengeluarkan plasenta hingga mencuci alat partus alias Kala V. ckck. Alhamdulillah, berjalan lancar, dan aku mulai sedikit terbiasa, termasuk dengan omelan-omelan ni bidan. ckck

Namun, pasien yang ketiga, adalah pasien terparahku selama dinas. Aku benar-benar gagap. Banyak kesalahan yang kulakukan selama memimpin persalinan. Aku diteriaki, bahkan tanganku sempat ‘dipukul’ karena salah. Rasanya aku benar-benar tidak sanggup waktu itu. That was it. Really sorry. Kejadian itu sempat membuatku terdiam dan murung beberapa hari.

Tapi akhirnya aku belajar bahwa kesalahan adalah guru terbaik yang kita punya,.

“Failures is a part of life, if you don’t fail, you don’t learn, if you don’t learn, you will never change.” (anonim)

Perlahan-lahan, jika kita berusaha dan berdo’a, pada akhirnya insya Allah kita dapat melakukannya. Ada momen ketika tidak ada dokter Residen yang sedang jaga, karena ada pasien gawat yang dirawat di bangsal, saat itu tengah malam, pukul 1 dini hari, masuklah seorang pasien baru yang hendak melahirkan. Pembukaannya telah lengkap. Saat itu aku dibangunkan oleh bidan, dan disana benar-benar hanya ada aku dan dika sebagai dokter jaga, bersama dua orang uni bidan. Melihat kondisi pasien danย crowning telah terlihat, tanpa pikir panjang ku memakai handscoen dan menolong persalinan itu. Dan alhamdulillah aku bisa melakukannya waktu itu, meskipun ada sedikit robekan di perineal, namun masih bisa kujahit. Pasien itu tampak bahagia, uni bidan pun tersenyum lega, dan itu adalah momen yang paling membahagiakan untukku selama disana. Aku baru berkata saat itu dalam hati, bahwa sebenarnya akupun bisa jika terus berusaha.

Intinya, ada beberapa hal yang kupelajari selama disana, diantaranya, percayalah pada diri sendiri, jangan terlalu gugup, bersabarlah dan teruslah berjuang, belajarlah meskipun harus dari beribu-ribu kesalahan, jangan pernah malu untuk mencoba, jangan pernah berhenti berusaha, dan jangan pernah bosan berdo’a. Tidak ada sesuatu yang mudah kecuali dengan usaha dan do’a.

Ah..jika ingat masa-masa disana lagi, benar-benar berkesan, meskipun aku tak ingin mengulanginya untuk kedua kalinya, tapi aku bersyukur pernah dinas disana. Aku jadi teringat kawa daun dengan susu krim, ingat nasi kapau super lezat saat kami diajak raun oleh bang Levy ke bukittinggi, ckck, ingat gorengan super gede, ingat lamang tapai, ingat gulai kambiang, ckck..makan ka makan se. wkwkwk. Berat badanku naik dua kilo.. uwo uwo..ckck

Akhirnya kami pulang di hari yang sama, namun di tanggal yang berbeda, 18 September, kami kembali mendarat di Padang, dengan selamat. Alhamdulillah. ๐Ÿ™‚

Thank you so much, Batusangkar.

Ruang Bersalin RSUD Batusangkar, peaceful memory

4 thoughts on “14 x 24 Jam sebagai Dokter Muda Obgyn, sebuah Kisah di Batusangkar

  1. aminocte

    Udah banyak pengalaman nih An, semoga sukses ๐Ÿ™‚
    Oya, btw, Aan udah selesai siklus bedah? Ami kebetulan lagi praktek di bangsal bedah RS M. Djamil, kira-kira buku apa ya yang bisa dijadikan acuan? Atau Aan punya soft literaturnya? Makasih sebelumnya.

    Like

Give a comment