Cinta di Dalam Gelas – Andrea Hirata [Book Review]

Novel kedua dari dwilogi Padang Bulan karya Andrea Hirata ini berjudul Cinta di Dalam Gelas. Novel ini merupakan buku pertama yang saya baca bulan September ini. Tapi baru sempat nulis reviewnya sekarang, hehe. 🙂 Bagi yang pernah baca mungkin gak ada salahnya mengingat-ingat lagi kisahnya, bagi yang belum insya Allah ini ada sedikit wejangan. Semoga bermanfaat 🙂

Details

Cinta di Dalam Gelas - Andrea Hirata
Cinta di Dalam Gelas – Andrea Hirata
  • Judul: Cinta di Dalam Gelas
  • Penulis: Andrea Hirata
  • Penerbit: Bentang
  • Tebal: xx + 316 halaman
  • Cetakan ke: 3 (Agustus 2011)
  • ISBN: 978-602-8811-31-6

Sinopsis

Kisah ini adalah kelanjutan dari novel yang pertama berjudul Padang Bulan. Di buku kedua ini, penulis menceritakan kisah hidup Enong. Enong, seorang perempuan pendulang timah, kakak dari tiga adik perempuannya, Ania, Lana, dan Ulma, lebih tepat disebut seorang pahlawan bagi ketiganya. Kini, ketiga adiknya itu telah beranjak tumbuh remaja. Sampai ketika Ania menikah, dengan tangis mendahului Enong yang tak pernah merasa kecut hati. Demikian juga Lana dan Ulma, yang terpaksa mendahuluinya. Hingga kini, tinggallah Enong berdua dengan ibunya Syalimah di rumah sepi mereka.

Tapi, beberapa waktu kemudian, Syalimah jatuh sakit. Dokter berkata, ia sakit karena lanjut usia. Kini, sang ibu sering terlihat sedih memandangi anak perempuan sulungnya itu. Karena itu, Enong akhirnya menerima pinangan seorang lelaki bernama Matarom. Tapi, tak seperti ketiga adiknya, perkawinan itu tidak berjalan baik. Tiba-tiba ia didatangi perempuan hamil yang mengaku istri Matarom. Enong hanya bisa minta maaf karena tak tahu benar suaminya itu. Ia lalu bercerai. Pasca perceraian itu ia sering melamun sedih. Ia hanya teringat Ilham, lelaki yang pernah disukainya ketika kelas enam SD dulu.

Rezim Matarom, begitulah golongan pecatur warung kopi menamai teknik serangan catur ciptaan Matarom. Ia adalah seorang pecatur yang tangguh dan menang dua kali berturut-turut dalam kejuaraan 17 Agustus. Ia pun bergabung dengan klub catur legendaris Di Timoer Matahari yang dipimpin Mitoha. Dengan papan catur peraknya yang melegenda, ia tak terkalahkan.

Enong, kini melanjutkan hidupnya. Perempuan dengan nama asli Maryamah binti Zamzami itu kini telah diwisuda dari kursus bahasa Inggris. Ia bahkan mampu menjadi lulusan terbaik kelima. Namun, Maryamah belum sepenuhnya bisa pulih dari trauma pernikahannya dengan Matarom.

Sampailah kisah ketika Maryamah bertekad untuk melepaskan kesumatnya dengan cara menantang Matarom dalam pertandingan catur 17 Agustus. Ikal, Selamot, dan Giok Nio yang kini mendengar tekadnya itu terperangah. (Adapun Selamot, ia adalah seorang perempuan pencabut bulu ayam yang bekerja di bawah kendali juragan ayam, yakni orang tionghoa bernama Giok Nio.) Tekadnya itu kini membaja. Ia benar-benar serius. Hingga Detektif M.Nur, sang detektif kawakan sahabat Ikal, bersedia membantu. Judul kasus yang ditanganinya kini, yaitu Maryamah vs Matarom.

Ninochka Stronovsky, dialah seorang Grand Master kawan Ikal. Meskipun jauh di ujung benua, Nochka siap membantu via online. Bersama Ikal, dialah yang akan mengajari Maryamah bermain catur dari nol. Meski awalnya membatin, melihat papan catur di depannya, Maryamah kini berusaha memberanikan diri. Ia belajar tekun. Sangat tekun. Ketika tak satupun ia paham tentang catur, kini ia telah mampu memainkannya. Nockha bisa membaca kemampuan Maryamah. Terkejut.

“Dia menggerakkan buah catur sesukanya karena untuk pertama kalinya ia bisa menjadi pengendali. Ia merayakan kebebasan. Gerakan teliti bentengnya adalah mekanisme naluriahnya untuk bertahan. Papan catur adalah refleksi hidupnya.”

Memang mengagumkan. Maryamah yang selalu terjaga berlatih catur belajar bahkan melampaui Ikal. Ikal Skak Mat. Kini ia bukanlah guru lagi bagi Maryamah. Demikian juga, Alvin, anak ingusan sombong yang belum pernah kalah main catur. Ia dibabatnya hingga anak itu menangis sedu sedan. Hingga demikianlah, Nockha berkata singkat mengenai Maryamah, “punya harapan.”

Tapi, adalah tabu bagi perempuan menantang lelaki. Setidaknya itulah yang dipercayai mayoritas orang Melayu, termasuk Paman Ikal, juragan warung kopi yang bermulut kasar. Kini mereka kalut, melihat sikap paman yang menentang pendaftaran Maryamah untuk bertanding catur. “Apa kubilang, perempuan zaman sekarang benar-benar tak tahu adat! Apa hak mereka mau ikut pertandingan catur segala? Catur adalah hak orang laki! Makin bekel buah siput, itulah yang paling cocok untuk mereka!” Majelis pengunjung warung kopi bertepuk tangan mengaminkan pendapat Paman.

Maryamah menjadi telebih kalut. Perjuangannya melawan Matarom bertambah sulit. Apatah lagi ketika mendapati Ilham rupanya telah menikahi orang lain dan memiliki anak. Ia terpana sedih. Di tambah lagi saat sakit ibunya bertambah parah, hingga tak bangun lagi ketika hendak disuapi makanan. Syalimah, ibunya kini telah meninggal dunia. Tangis pecah, sedu-sedan.

Tapi, Maryamah tidaklah sendiri. Kini, Giok Nio beserta dua karyawannya itu, Selamot dan Chip, dan perempuan-perempuan pedangang kaki lima dan segala macam hal di pasar ikan itu, mogok berjualan. Mereka menuntut, agar Maryamah tidak dihalangi bertanding catur pada peringatan hari kemerdekaan. Pasar bisa lumpuh. Sersan Kepala tak bisa berbuat banyak. Ribut. Sampai akhirnya setelah perdebatan sengit, Maryamah akhirnya diizinkan, tapi, ia harus memakai burkak, demi menghindari pelanggaran hukum agama. Maryamah yang telah habis air matanya, kini menatap lurus ke depan.

Singkat cerita, ya, Maryamah mampu menunjukkan apa yang selama ini dikatakan mustahil. Tekadnya memang tak pernah bisa tergantikan oleh apapun. Usahanya bahkan lebih keras lagi. Ia terus berlatih, memantapkan strategi, mengatur siasat, hingga ditaklukannyalah satu persatu peserta yang menantangnya bercatur. Ia bagai wanita bercadar yang menjelma menjadi pecatur profesional. Nockha terkagum mendengar beritanya. Kini, ia berhadapan dengan mantan suaminya itu, Matarom, di atas catur perak keramatnya. Nockha, sang grand master dunia bahkan datang menyaksikan.

Laga berlangsung sengit! Saling sekak! Beberapa kali Maryamah tersudut, sekian kali pula ia bangkit. Hingga akhirnya Matarom seperti terjebak dalam permainan tali-temali yang membinasakan. Semakin ia bergerak, semakin ia tercekik. Gerakan buah catur Maryamah likat dan trengginas mencerminkan masa lalu yang menggiriskan dengan lelaki di depannya. Setiap strategi yang ia ambil adalah pembalasan atas kesemena-menaannya itu. Sampai ia membalas dengan tekniknya yang terkenal: Rezim Matarom. Ia kalap dengan nafsu membunuh, dan papan catur peraknya menjelma menjadi Laut China Selatan.

Tapi, siapa yang tahu Maryamah. Dia bisa membuat kejutan di setiap akhir kepahitan hidupnya. Termasuk di atas papan catur. Rezim Matarom, bukanlah tandingan Guioco Piano, sebuah strategi Italia kuno yang memiliki daya bunuh yang kuat. Maryamah menjelma bak pecatur yang tak pernah terbayangkan. Sampai ke titik bunuhnya, ia mengangkat kudanya, bangkit dan menarik selendang pembatas sehingga bertatapan langsung dengan Matarom. Wajahnya bersimbah air mata. Dientakkannya kembali sang kuda sambil menjerit: sekakmat!

Ulasan

Mungkin awalnya kita menganggap novel ini sangat sederhana. Menceritakan sebuah pertandingan catur, antara seorang perempuan dan laki-laki. Antara mantan istri dan mantan suami. Tapi, sekali lagi, bagi saya ini cukup berbeda. Saya hanya terkagum dengan kemampuan Andrea Hirata membuat sesuatu yang sangat amat sederhana menjadi sesuatu yang sangat besar maknanya. Meski menceritakan catur, kita seolah-olah sedang membaca sebuah pertarungan laga di suatu arena nyata. Dengan gaya bahasa Andrea Hirata yang lugas, apa adanya, tapi sarat makna. Saya jadi speechless.. ckck 🙂

Adapun pelajaran yang saya dapat ambil dari kisah Maryamah ini adalah, sekali lagi kesabaran, ketekunan, pantang menyerah dan keyakinan yang kuat. Meski tak punya modal apa-apa sebelumnya, jika dibarengi dengan tekad dan usaha yang kuat, tidak ada yang mustahil. Di buku ini, saya belajar banyak dengan arti ketekunan itu, karena ketekunan itulah yang akan dapat menjadi jalan terang untuk menggapai harapan.

Suka. 😀

2 thoughts on “Cinta di Dalam Gelas – Andrea Hirata [Book Review]

Give a comment