Semua orang mungkin punya impian untuk diraih. Tanpa impian mungkin hidup ini akan terasa hambar. Jika tidaklah dikatakan impian, paling tidak namanya keinginan. Itulah yang membedakan manusia dari malaikat kan? Tapi akal yang dianugerahkan Allah kepada kita tentu saja bisa menimbang baik dan buruknya keinginan, akal lah yang mampu mengontrol keinginan itu, sekaligus memikirkan bagaimana impian itu terwujud sehingga tidak hanya menjadi angan-angan. Itu pulalah bedanya manusia dari binatang.
Kini, tahun baru sudah pula datang. Tak terasa, sudah 24 tahun pula saya hidup. Jika dilihat-lihat lagi ke belakang, rupanya sudah banyak pula yang dilalui. Tapi rupanya, cerita hidup itu tidak bisa hanya berhenti setelah suatu perjalanan panjang usai ditempuh. Akan selalu ada keinginan baru dan impian yang ingin diraih. Termasuk di sisa hidup ke depan.
Tahun baru mungkin selalu memunculkan harapan yang baru tentang perjalanan hidup. Demikian juga dengan impian-impian baru. Meski tahun lalu juga sama, dan walaupun tidak semuanya sejalan dengan target yang diingini, setidaknya jangan sampai hal itu menjadi penghalang untuk kita terus bermimpi. Saya sendiri masih punya banyak impian yang ingin diraih, mulai dari segi pendewasaan diri, pendidikan, finansial, traveling, sampai mencari pasangan hidup. π
Tapi, belakangan saya menyadari, ada yang jauh lebih penting dari sekedar mewujudkan impian. Hidup ini akan berakhir, ya, berangkat dari itu. Jika hanya berkutat dengan impian dan keinginan saja, rasanya ada yang kurang. Kini, saya berpikir, mungkin ada baiknya saya mulai memaknai arti perjalanan hidup, daripada sekedar menetapkan suatu target dan mewujudkannya. Bukan berarti mengatakan bahwa target kehidupan itu tidak penting, justru sangat penting. Tapi, yang saya maksudkan adalah, bagaimana impian yang kita inginkan itu bisa berguna untuk sesuatu yang jauh lebih bermakna. Agak rumit ya kata-katanya?
Misalnya, sekarang saya seorang dokter. Cita-cita saya sejak kecil. Artinya saya sudah meraihnya. Lalu, setelah itu apa? Kemudian saya mencoba sedikit merenung, sampai menemukan kata, “memaknai”. Memaknai peran dokter, itulah yang mungkin selanjutnya akan saya pelajari. Bagaimana peran dokter itu bisa membuat hati saya bahagia, dan bermanfaat untuk banyak hal. Untuk akhirat saya, untuk keluarga saya, orang-orang di sekitar saya, bahkan untuk umat manusia. Ternyata, itulah yang jauh lebih sulit.
Ada kalanya, kita menjadi sesuatu untuk memuaskan diri sendiri, namun tatkala kita sudah meraihnya, gimana ya? Ada perasaan kurang puas nggak? Pertanyaan itu selalu saja muncul.
Pada akhirnya, kita tentu saja boleh bermimpi. Setinggi langit sekalipun! Dan pastikan kita berjuang dengan gigih untuk meraihnya, agar ia tak hanya menjadi angan-angan kosong. Tapi, janganlah bermimpi untuk sekedar memuaskan diri sendiri, atau suatu saat tatkala kita meraihnya justru kita akan gelisah. Sumber kegelisahan itu mestilah karena kita tidak memaknai impian itu, sehingga kita tidak pernah bersyukur. Seperti kata Allah dalam Al-Qur’an, “Dan sungguh, Kami telah menempatkan kamu di bumi dan di sana Kami sediakan (sumber) penghidupan untukmu. (Tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur.” (QS.Al-A’raf: 10). Astaghfirullah.
Akhirnya, kini saya belajar satu hal.
Bermimpilah setinggi langit, berjuanglah segigih kemampuan, tapi jangan pernah lupa bersyukur, apapun yang terjadi.
setuju banget: jangan lupa bersyukur!
LikeLiked by 1 person
Sepakat mbak π
LikeLike
Semoga segala impian kita dapat terwujud dan bermanfaat bagi orang lain.. Terkadang saat impian itu terwujud kita bisa jadi lupa diri, semoga hal itu tidak terjadi
LikeLiked by 1 person
Aminn.. Bener mas.. Jangan sampai impian itu justru yang menjerumuskan kita ke arah negatif. Sebisanya kita berharap supaya impian itu bisa bermakna lebih dari sekedar tujuan hidup, tapi juga agar kita bisa berbuat lebih banyak untuk hari esok kita..
LikeLike
ah suka dengan kutipan terakhir karena dengan mimpi kita punya harapan
LikeLiked by 1 person
iya bener mbak, harapan itu yang bikin kita tetap semangat untuk hidup π
LikeLike