Balada Kegalauan Fresh Graduate tentang Masa Depan

Masa depan, ah, sesuatu yang masih misterius. Plus dengan sekelumit kemungkinan. Banyak orang bawa perasaan alias baper jika berbicara mengenai masa depan. Tentang karir, pendidikan, keluarga, sampai jodoh sekalipun. Apalagi bagi yang baru saja selesai menamatkan pendidikan, belum berkeluarga dan berada di persimpangan.

Berawal dari obrolan hangat dengan seorang sahabat beberapa waktu lalu, topik tentang masa depan masih menjadi pemikiran. Kira-kira, bagaimana ya setelah ini? Pertanyaan itu selalu saja membuat galau. Setidaknya, akan ada beberapa pilihan yang akan menjadi opsi, apa saja ya kira-kira?

Bekerja

Kebanyakan sarjana yang baru tamat biasanya memilih opsi ini setelah lulus. Berbekal ijazah, IPK yang lumayan, skill yang teruji, membuat siapa saja berani untuk mulai memasukkan lamaran pekerjaan. Entah itu ke perusahaan atau lembaga tertentu, atau mengambil tes PNS, atau bahkan yang berani membuka usaha sendiri. Bekerja memang sesuatu keniscayaan jika ingin berpenghasilan, tanpanya kita mungkin akan kesulitan untuk menyambung hidup. Selain untuk kebutuhan dasar, bekerja juga memungkinkan kita untuk merencanakan masa depan lebih baik, sehingga hidup lebih tenang dan nyaman. Jika sudah mendapat pekerjaan tetap dan mampu menghidupi diri sendiri, kita bisa lega untuk memikirkan rencana untuk berkeluarga dan pendidikan nantinya.

Namun sayangnya, di era sekarang, mencari pekerjaan itu tidak mudah. Fresh graduate bisa beralih profesi menjadi pengacara, alias pengangguran banyak acara. Hiks. 😛 Lamanya bisa saja bertahun-tahun karena tidak ada lowongan. Jalan lain terpaksa jadi staf sukarela, dengan harapan bisa mencari pengalaman kerja. Selain itu, sudah diterima bekerja sekalipun kadang-kadang masih memunculkan masalah baru. Tentang jadwal kerja, upah yang minim, asuransi yang tidak jelas, sampai kepada masalah ketidakadilan. Tidak sedikit juga yang resign dari pekerjaannya karena stress dengan suasana di tempat kerja, atau karena tidak sesuai dengan passion yang selama ini diidam-idamkan. Kenyataan ini malah membuat sebagian orang memilih menjadi pengangguran untuk sementara, sembari memikirkan opsi lain.

Sekolah Lagi

Opsi lain selain bekerja biasanya adalah lanjut sekolah. Lanjut kuliah mengambil S2 atau S3 misalnya, atau kuliah ke luar negeri, mungkin tidak sedikit juga yang memimpikan hal yang demikian. Selain menambah pengetahuan, harga ‘jual’ diri kita pun tentu akan semakin diperhitungkan setelah tamat. Atau mungkin ada yang berniat hanya untuk mencari pengalaman sebanyak-banyaknya, mendalami suatu bidang ilmu lebih keras lagi, atau berkaitan dengan cita-cita tertentu yang sulit untuk dideskripsikan.

Sekolah lagi mungkin bukanlah opsi yang buruk jika kita mampu mewujudkannya, tapi sayang tidak semua orang bisa melakukannya. Selain biayanya yang tidak sedikit, persaingannya pun sangat tinggi. Bagi yang berutung dan memiliki modal kuliah yang besar, mungkin tidak masalah. Namun bagi yang tidak, biasanya jalur paling memungkinkan untuk lanjut sekolah adalah mencari beasiswa, dan ini butuh perjuangan ekstra keras karena seleksi yang sangat ketat. Walhasil, orang-orang yang ingin melanjutkan kuliahnya harus memilih untuk berjuang dulu di opsi pertama, sembari mengumpulkan modal sembari berjuang mencari beasiswa. Namun permasalahan yang muncul terkadang, beberapa perusahaan membuat semacam ikatan kontrak yang tidak memungkinkan kita untuk melanjutkan pendidikan kecuali sesuai dengan bidang yang dibutuhkan perusahaan.

Menikah

Opsi teranyar selanjutnya tentu saja menikah. Perempuan mungkin akan lebih banyak memilih opsi ini, dengan berbagai pertimbangan, kecuali bagi mereka yang memang belum saatnya. Tapi, tak jarang juga saya menemukan laki-laki fresh graduate yang berani menyatakan akad usai menepuh pendidikan. Luar biasa! Sembari menaruh kepercayaan kalau rezeki dan pekerjaan tentu saja akan selalu ada jikalau ada niat. Terus terang saya salut dengan keberanian mereka. Tapi beberapa orang juga memikirkan sebaliknya, khawatir akan bagaimana membangun rumah tangga jika kebutuhan hidupnya masih beberapa ditanggung oleh orang tua. Dari mana biaya untuk hidup istri dan anaknya kelak, tentulah itu mesti dipikirkan juga.

Jika harus memilih dari tiga opsi itu, kira-kira, yang mana ya akan lebih dahulu dipilih? 😀 Namun saya yakin, dimanapun posisi kita saat ini kita patut untuk banyak bersyukur, apalagi yang sudah menempuh ketiga-tiganya, karena banyak di luar sana yang belum bernasib baik. Tapi, tanpa usaha untuk merubah nasib, tentu selamanya nasib kita tidak akan berubah, karena “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS.Ar-Ra’d: 11) Akhirnya, seseorang akan menuai apa yang telah ditanamnya, tak kurang, tak pula lebih. Semoga kita terap berusaha untuk menjadikan hari esok menjadi lebih baik daripada hari ini.

Wallahu’alam.

2 thoughts on “Balada Kegalauan Fresh Graduate tentang Masa Depan

Give a comment