Akhir Perjalanan di Lombok: Pantai Senggigi dan Museum NTB

Perjalanan backpacking Jawa Bali Lombok mendekati akhirnya ketika saya mengunjungi Kota Mataram di bulan Januari 2017 lalu. Memang tidak banyak spot yang sempat saya kunjungi di Lombok usai melihat kemegahan Masjid Raya NTB pagi itu, tapi kesannya cukup membekas. Petualangan saya di Pulau Lombok berakhir di dua tempat, Pantai Senggigi dan Museum NTB.

Eksotisme Pantai Senggigi

Saya ke sini diantar langsung oleh Bang Iwan dan Pak Yadi yang saya ceritakan tempo hari dengan mobil. Melewati jalan raya Kota Mataram, lalu menelusuri beberapa jalan berliku di pinggir pantai Lombok ke arah utara, kami sempat berhenti di tepi jalan sambil menikmati pemandangan laut selat Lombok yang menenangkan.

Sekitar satu jam kemudian, kami sampai di gerbang masuk Pantai Senggigi Lombok. Tempat ini sepertinya menyatu dengan resort swasta. Ketika masuk, kami disuguhi oleh toko-toko souvenir yang berderet di sepanjang jalan pedestrian. Melangkah pelan sambil melihat-lihat apa yang dijual, kami tiba di pantai dengan pasir putih yang ditumbuhi oleh pepohonan rindang. Perahu-perahu nelayan yang bersandar pun menambah suasana menentramkan. Nun di hadapan kami terhampar pemandangan laut dengan kombinasi warna biru laut dan toska yang lembut.

Pemandangan alam di pantai Senggigi benar-benar indah. Tempatnya pun sudah terkelola dengan cukup baik. Di pantainya yang putih susu kita bisa menemukan beberapa tempat berjemur yang sepertinya khusus diperuntukkan oleh para tamu resort. Hal yang paling membuat saya terkesan adalah bersihnya pantai ini, ditambah lagi dengan warna gradasi air lautnya yang tidak biasa, yakni biru toska. Selain itu kita bisa melihat kapal-kapal kecil yang sedang berlayar di pinggir laut yang berpadu dengan bukit-bukit hijau. Jika mesti mengakui, pantai Senggigi ini jauh lebih indah daripada pantai Kuta di Bali.

“Ini masih belum, An,” kata Bang Iwan, “Pantai Kuta di Lombok jauh lebih bagus.” Mendengarnya saya sungguh penasaran. Sayang, besok harus pulang.

Puas menikmati pantainya yang bening, saya kemudian diajak Bang Iwan dan Pak Yadi untuk menyicipi makanan khas Lombok yang ada di sini. Berjalan kaki menuju sebuah tempat selonjoran di bawah terpal plastik dan duduk di tikar yang terbentang di bawahnya, kami bertiga sampai di lokasi kuliner yang dimaksud. Bang Iwan mentraktir kami berdua seporsi Sate Bulayak. Bentuknya unik. Bahan dasar daging satenya adalah ayam dan sapi, lalu lontongnya dililit dengan daun aren berbentuk spiral yang dinamai Bulayak. Kuah satenya juga lain: bumbu kacang ditumbuk dan direbus encer bersama bumbu-bumbu lainnya seperti cabai, ketumbar, jintan dan bawang. Bulayak yang sudah dibuka kemudian dicelupkan ke kuah sate dan dimakan bersamaan dengan daging. Rasanya agak pedas, sesuai selera saya. Mak Nyus!

Sate Bulayak

Mengenal Budaya NTB di Museum Negeri Nusa Tenggara Barat

Yap, destinasi terakhir saya di Pulau Lombok adalah mengunjungi Museum Negeri NTB yang terletak di Kota Mataram. Saya ke sini pagi keesokan harinya, diantar juga oleh Bang Iwan dan Pak Yadi sebelum pulang. Usai menginap di rumah Ante I semalam, saya sudah jauh lebih fresh. Karena jadwal pesawat saya menuju Padang adalah sekitar pukul 1 siang, pagi itu saya tidak ingin melewatkan momen jalan-jalan penghabisan di Lombok. Mengunjungi museum adalah pilihan terbaik untuk lebih mengenal sejarah dan budaya di tempat ini dalam waktu yang singkat.

Pukul 9 pagi, saya bersama Pak Yadi dan Bang Iwan sampai di lokasi. Bentuk bangunan utama museum NTB mirip dengan rumah adat Suku Sasak di Lombok. Setiba di sana kami segera masuk usai membayar tiket seharga Rp 6.000,- /orang. Petugas yang menyambut kami juga ramah, sebagian besar berseragam PNS. Mungkin pegawai dinas pariwisata, pikir saya.

Koleksi museum NTB di sini cukup lengkap. Di sini ada galeri lukisan, ruangan pameran alat-alat kesenian tradisional, alat perkakas rumah tangga khas daerahnya, informasi tentang geografi NTB, flora dan fauna, dan baju-baju tradisional Lombok dan Sumbawa. Kita juga bisa melihat perbedaan budaya suku-suku di Nusa Tenggara Barat, yaitu suku Sasak, Sumbawa, Bima, dan Bali di sini melalui baju adat dan pernak-perniknya. Hal lainnya yang mengesankan adalah di sini terdapat beberapa peninggalan kerajaan-kerajaan kuno, baik yang beragama Hindu dan Islam, seperti peralatan ibadah, alat-alat permainan rakyat, pedang, keris, dan pisau dengan ukiran huruf Arab. Ada juga naskah-naskah kuno yang terbuat dari daun lontar dan kayu yang disebut Takepan dan masih terawat dengan baik.

Pulang Ke Padang

Alhamdulillah, perjalanan backpacking saya selama sepuluh hari menelusuri Pulau Jawa, Bali, dan Lombok akhirnya telah selesai. Ada perasaan senang, ada juga perasaan sedih. Senangnya hati adalah karena banyak sekali pengalaman berharga yang saya tempuh selama di perjalanan, bertemu dengan orang-orang baru, mengenal adat istiadat tempat-tempat yang dikunjungi, melihat tempat-tempat yang menakjubkan, dan perlahan mengusir rasa jenuh yang sudah bersarang selama ini. Apatah lagi ketika bertemu Ante I, yang dengan sumringah ternyata baru saja membelikan saya sekotak besar oleh-oleh khas Lombok untuk dibawa pulang di saat kami pergi ke museum. Ayah dan Ibu saya pasti senang.

Adapun sedih adalah karena perjalanan ini harus berakhir dan kembali ke rutinitas harian. Ketika diantar oleh Pak Yadi ke bandara, berat sekali kaki saya melangkah turun dari mobil. Tapi karena menyadari bahwa petulangan ini telah usai, saya berusaha bersyukur, dan berharap semoga tahun depan saya masih diberi rezeki untuk traveling.

Akhirnya, siang itu pesawat dengan mudahnya kembali membawa saya ke Kota Padang. Meski harus transit hingga malam di Bandara Cengkareng, alhamdulillah saya pun selamat sampai di rumah pukul 10 malam. Sekali lagi, perjalanan sepuluh hari itu sepertinya akan terus terkenang. Dari situ saya mendapatkan banyak pelajaran, mulai dari keberanian, kesungguhan, harapan, perjuangan, kesabaran, dan banyak lagi yang tak dapat diungkapkan. Ternyata, solobackpacking itu tidak terlalu buruk, melainkan sungguh menyenangkan. 🙂

Foto perpisahan dengan Ante I dan suami

2 thoughts on “Akhir Perjalanan di Lombok: Pantai Senggigi dan Museum NTB

  1. Ami

    Dari foto-fotonya saja bisa terlihat kalau pantai Senggigi itu indah, dengan suasana dan ombak yang lebih tenang dibandingkan pantai-pantai di Sumbar (maklum referensinya baru itu). Museumnya juga tampak terkelola dengan baik.

    Dan .. akhirnya catatan perjalanan Aan tamat di part 25. Kalau dikumpulkan kayaknya bisa jadi buku 😀

    Like

    • Syandrez

      Hehe. Iya Mi. Sebenarnya mungkin banyak juga pantai di Sumbar yang lebih bagus, *optimis. Intinya kalau masyarakat bisa merawatnya dengan baik.

      Alhamdulillah selesai juga. Ternyata butuh setahun menuliskannya, ckck.

      Like

Give a comment