Lembah Anai, Longsor lagi dan lagi…

Seperti tiada bosannya, sekali lagi Ranah Minang kembali diurung petaka. Setelah G30S/PKI (Gempa 30 September/Pariaman dan seKItarnya), galodo di Limopuluah Kota, sekarang ada lagi longsor di Lembah Anai, perbatasan kabupaten Padang Pariaman dan Tanah Data. Lokasinya disekitar ‘aia mancua’, termasuk jalan raya negara yang terdapat di pinggiran lembah itu. 😐

Kejadiannya pada hari Selasa, 30 Maret 2010, sekitar pukul 16.30 WIB, di saat hujan sedang deras-derasnya. Hujan yang deras itupun akhirnya menimbulkan longsoran yang hebat. Longsor kali ini benar-benar parah, walaupun sebenarnya longsor disana telah terjadi semenjak G30S/PKI singgah ‘sabanta’. 😕 Kala gempa itu longsor dimulai dengan berjatuhannya bebatuan raksasa dari puncak lembah, suatu tempat yang entah seperti apa bentuknya (ga ada yang tau.. 🙄 ). Jatuhan bebatuan tersebut sempat merenggut nyawa pengendara yang melintas di bawahnya.. (bahkan kabarnya ada 9 mobil yang terhimpit dan masuk ke jurang…wallahu’alam.. 😥 ). Kejadian itu setengah tahun yang lalu, diikuti berbulan-bulan sesudahnya dengan skala yang lebih kecil, namun tetap menghawatirkan.

Semenjak kejadian itu, masyarakat Sumatera Barat mulai menakuti daerah ini. Lembah Anai bahkan dianggap seperti ‘lembah kuburan masal’ bagi sebagian orang, kenapa tidak? 😦 Karena semenjak gempa tersebut daerah ini sering dilanda longsoran tanah dan bebatuan besar kalau hujan sedikit saja lebih deras dari biasanya, dan sedikitnya puluhan nyawa telah melayang disana akibat kejadian tersebut. Lembah yang pada mulanya merupakan maskot dan kebanggaan masyarakat Sumbar, seolah-olah menjelma seperti sebuah ancaman dan malapetaka. Apalagi ketika masyarakat hendak bepergian keluar kota, baik dari arah Padang maupun Padang Panjang dan Bukittinggi, rasa khawatir seakan menyelimuti fikiran apabila melewati tempat ini pada kondisi cuaca yang kurang baik.

Akhirnya kekhawatiran itu terbukti dengan adanya longsor kali ini. Sedikitnya terdapat 20 titik longsoran di sepanjang lembah, termasuk air terjun dan taman disekitarnya. Lokasi yang terparah adalah di ‘tikungan jembatan pragede’ (demikian saya menyebutnya.., karena di tikungan itu terdapat pangkalan pregedel jagungnya.. :mrgreen: ). Disana pada mulanya terdapat sebuah jembatan, namun sekarang ambruk akibat tanah di bawahnya longsor, sehingga tersisalah sedikit bagian jalan disampingnya yang syukurnya tidak ikut amblas, namun hanya bisa dilewati oleh kendaraan roda dua dan sebagian mobil pribadi. Akibatnya jalur truk dan bus yang menhubungkan Padang dengan kota-kota lainnya di Sumbar dialihkan ke jalur lain ke Sitinjau, Solok ataupun ke Tiku, Pariaman. Hal tersebut menambah padatnya kendaraan dan menimbulkan kemacetan yang cukup panjang. Selain itu, setidaknya empat rumah rusak berat dan puluhan orang dievakuasi, namun alhamdulillah tidak ada korban jiwa yang ditimbulkan kali ini.. 🙂

Sekali lagi, bencana ini adalah yang kesekian kalinya melanda Negri Minangkabau. Hal ini mengisyaratkan kita semua khususnya masayarakat Sumbar untuk kembali memperbaiki dan mengevaluasi diri, apakah ini adalah suatu cobaan untuk menguji iman kita di mata Tuhan ataukah musibah dan malapetaka akibat dosa dan kesalahan yang kita perbuat. Mari kita kembali memikirkan dan merenungkan hal tersebut, dengan harapan semoga tiada lagi air mata yang jatuh di bumi Minang ini hanya karena keengganan kita para manusia untuk bertaubat. Wallahu ‘alam..

Give a comment