Tampalo, Kisah Lamaku

“Aku bisa tenang menjalani hidup ini karena empat hal : Pertama, aku tahu bahwa rezekiku tidak akan jatuh ke tangan orang lain, maka hatiku menjadi tenang. Kedua, aku tahu bahwa tugasku tidak akan dikerjakan orang lain, maka aku sibukkan diriku dengannya. Ketiga, aku tahu bahwa Allah selalu melihatku, maka aku malu jika aku menjatuhkan diriku dalam lumpur dosa. Keempat, aku tahu bahwa ajal itu pasti datang, maka aku selalu bersiap-siap menantinya.” (Imam Hasan Al-Bashri)

Sore itu, ketika usiaku masih tiga tahun lebih muda dari yang sekarang ini, aku dan seorang temanku (*baca Nandi Pinto (barakallah slalu akhi :mrgreen:), semoga snantiasa sehat walafiat :D), dengan lugu dan polosnya termangu penuh harap di pinggir jalan sebuah kota (baca: Sijunjuang) yang cukup jauh dari tempat asalku (baca: Payokumbuah). Kami berdua baru saja menghadiri acara Mubes Assalam Sumbar, sembari mengantar beberapa teman yang menjadi delegasi acara tersebut.
Hari itu, Minggu (kalo ga salah ingat.hehe..), kami sedang menunggu bis tujuan Payakumbuh.

Di jam tanganku terlihat pukul 5 sore. Langit agak gelap, tanda sudah mulai senja. Sepuluh menit, kami menunggu bis, tak ada satupun yang lewat. Tunggu lagi agak lama, 10 menit berikutnya. Tidak juga. Perut lapar, teringat belum makan apa-apa sejak tadi siang. Tapi tetap sabar, nambah lagi menunggu 10 menit. Tidak jua ada tanda-tanda kehadirannya. Padahal di seberang jalan itu, ada warung bakso.. wah., kupikir enak kali rasanya. Tapi tapi.. jangan makan lah.. ntar bisnya lewat pas makan. Akhirnya, jarum arlojiku dengan tanpa pedulinya hinggap di angka 6. Langit sudah mulai gelap, sebentar lagi magrib. Akhirnya ada orang lewat. Bapak-bapak. Kami pun bertanya, “Pak, ndak ado oto ka Pikumbuah lewat le ko do pak?” *dengan logat Pikumbuahku yang kental. Bapak itu menjawab, waduh. Sedih kali mendengar jawabnya. Yah. Kalau jam segini sudah tidak ada, ucap beliau. Ku lihat langit, terbayang wajah orang tua yang tengah menunggu dan sibuk menelponku sedari tadi. Padahal besok pagi aku harus hadir di sekolah, karena ada kegiatan wajib OSIS, menjadi kakak pendamping dari ekskul ROHIS untuk adek2 siswa baru di kegiatan MOS.
Akhirnya, karena perut keroncongan, aku dan Nandi memutuskan untuk makan sebentar di warung bakso tadi. Kami pesan dua mangkuk, satu untuk saya, satu untuk Nandi. Ibu tukang baksonya dengan sigap menyiapkan. Tapi…, tiba-tiba, bis itu…. lewatlah sudah! Dengan kecepatannya yang diluar kemampuan kami mengejarnya. Masya Allah. Tapi tetap ku kejar (nekat). Kami tak jadi makan, walau dua mangkuk bakso telah di atas meja. Ku minta Nandi membayar baksonya, lalu aku yang mengejar. Ku teriaki bisnya sekuat kemampuan, namun tak jua dihiraukan. Bis itu melaju kencang, semakin jauh saja. Sedih. Namun tetap ku kejar. Hanya lafadz Allah yang kuingat, terlontar dari hatiku berulangkali.
Subhanallah.. Tiba-tiba bis itu berhenti. Ku percepat langkahku. Ku mantapkan suaraku. Mataku menyalang, masih ada harapan. Dari kejauhan, ku lihat seorang kakek tua yang turun dari atasnya. Alhamdulillah. Bisnya cukup lama berhenti ketika menurunkan beliau. Alhamdulillah, bis itu semakin dekat. Teriakanku tak berhenti bersahutan. Namun, tak lama, stokarnya naik lagi! Trus bisnya jalan LAGI! Masya Allah! Tidak! Oh My GOD!
Tapi ternyata tidak seperti yang ku bayangkan. Bis itu kembali berhenti. Alhamdulillah. 😀 Ternyata gelombang suaraku menggetarkan membrana timpani stokar itu. Stokar itu menyahut sang supir, mengajak berhenti menunggu kedatanganku. Dan akhirnya, perjuangan penuh pengharapan itu berbuah dengan hal manis tak terkira. Membekas di hati. Tampalo, akhirnya ku naiki dirimu. Tak lama Nandi pun menyusulku, berucap penuh syukur di bibirnya.
Alhamdulillah, hingga hari ini, aku masih mengingat kejadian itu. Momen yang sangat berharga itu. Saat itulah ku mulai sangat yakin, dengan pesan sang ulama, Imam Hasan Al-Bashri. Sekarang “aku tahu bahwa rezekiku tidak akan jatuh ke tangan orang lain, maka hatiku menjadi tenang”. Allah Maha Pengasih Penyayang. Setiap momen pasti memiliki hikmah. Jadi, tak usah takut dengan hal yang akan kita peroleh di waktu yang akan datang, tidak usah cemas dengan hal yang akan menghilang dari kita suatu saat nanti. Karena jika ia masih rezki kita, maka ia tak kan lari kemana-mana, hanya saja kita harus yakin bahwa Allah-lah yang berada di balik ini semua. Ia tidak lupa pada kita, dan Ia tidaklah tidur. 😀

4 thoughts on “Tampalo, Kisah Lamaku

  1. syandrez

    iya kak.. subhanallah kali lah..hha.. betul juga y? baksonya ga rezeki brarti..wkwkwkbrarti duit baksonya tu rezeki ibu tukang bakso. ternyata Allah menahan aq dan Nandi disana juga supaya ibu tu dapat pembagian rezeki kan ya kak? ndeeh…subhanallah99x :mrgreen:Allah Maha Benar dg Segala Firman-Nya.

    Like

  2. afifah amatullah

    Keren,,Bisnya rezeki, baksonya tidak…Selalu banyak cara yang Allah tunjukkan bagi kita untuk menyadari kebesaran-Nya."…Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (QS Ath-Thalaq : 2-3)

    Like

Give a comment