Fisiologi Tidur

Tidur merupakan aktivitas wajib bagi seorang manusia untuk mempertahankan kehidupannya. Melalui tidur, seseorang dapat memelihara kesegarannya, kebutuhan dan metabolisme seluruh tubuhnya sepanjang masa kehidupannya. Akan tetapi, tidur tidak serta merta baik jika dilakukan secara berlebihan. Semuanya diciptakan oleh Allah swt dengan kadar normalnya masing-masing.

Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar, dan dapat dibangunkan ketika diberikan rangsangan sensorik atau rangsangan lainnya. Tidur berbeda dengan koma, yang merupakan keadaan bawah sadar yang tidak dapat dibangunkan. Selain itu, tidur merupakan suatu keadaan fisologis yang ditentukan oleh aktivitas bagian-bagian tertentu dari substansia retikularis otak kita (neuron penggalak kewaspadaan). Ia berupa proses aktif yang merupakan aktivitas sinkronisasi bagian ventral (depan) dari substansia retikulairs medula oblongata, sedangkan bagian rostral (belakang) dari substansia retikularis medula oblongata merupakan pusat yang menghilangkan aktivitas sinkronisasi tersebut sehingga membuat seseorang kembali bangun (awas-waspada). Karenanya, bagian rostral substansia retikularis itu disebut juga “pusat penggugah” atau “arousal centre”.

Photo by Andrea Piacquadio on Pexels.com

Tidur merupakan aktivitas susunan saraf pusat yang berperan sebagai “lonceng biologik”. Dalam kata lain, aktivitas tidur sejalan dengan perputaran bumi di titik sumbunya (rotasi bumi). Sebagaimana kita ketahui, rotasi bumi menyebabkan adanya pergantian siang dan malam selama 24 jam. Aktivitas yang sejalan ini menimbulkan sebuah irama tersendiri yang disebut dengan irama sirkadian. Menurut kuliah yang saya dapatkan, irama sirkadian ini dipengaruhi juga oleh adanya proses hormonal yang dicetuskan oleh rangsangan cahaya matahari.

Pada saat matahari terbit, atau pada saat seseorang terpapar cahaya matahari di pagi hari, hipotalamus akan mencetuskan sekresi kortisol di korteks adrenal. Hormon ini bisa dikatakan sebagai hormon “penyemangat” tubuh, yang mengatur sebagian besar proses metabolisme tubuh sehingga seseorang terasa “hidup” di siang hari. Sekresi maksimalnya adalah mulai dari pukul 9 pagi, hingga 11 menjelang siang. Selanjutnya, ketika matahari mulai terbenam, kadarnya di dalam tubuh akan menurun, dan ketika cahaya matahari benar-benar menghilang dari bumi (sekitar pukul 9 malam), tubuh akan mencetuskan sekresi hormon melantotin di kelenjar pineal yang bersifat imunomedulator yang lebih bersifat antioksidan. Hormon ini disebut juga dengan “hormon kegelapan” atau “hormone of darkness” karena disekersikan pada saat malam hari. Tubuh akan terasa rileks ketika hormon ini mulai disekresikan, dan dalam beberapa sumber dinyatakan, hormon ini dapat dijadkan terapi insomnia (penyakit susah tidur).

Melalui proses irama sirkadian ini, Allah swt telah berfirman: “Dan dengan rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.” (QS al Qashash:73).” Ayat lainnya juga menyebutkan, “..dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat, dan Kami jadikan malam sebagai pakaian, dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan,..” (Q.S.An Naba’: 9-11). “Maka Nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan?” (Q.S.Ar-Rahman, disebut berulang kali).

Aktivitas tidur seseorang dapat direkam dalam pemeriksaan EEG (Elektro Ensefalo Grafi) menggunakan elektroensefalogram. Perubahan-perubahan aktivitas otak selama tidur adalah sesuai dengan tahapan-tahapan tidur itu sendiri. Secara garis besar, tahapan atau fase tidur ada dua, yakni yang disebut dengan Non Rapid Eye Movement (NREM) dan Rapid Eye Movement (REM). Keduanya dapat dijelaskan dalam lima tahapan berikut ini:

  1. Tahap tidur pertama, yakni saat orang mulai terlena. Seluruh otot menjadi lemas, kelopak mata menutupi mata dan kedua bola mata bergerak bolak-balik ke samping kiri dan kanan. EEG pada tahap ini, memperlihatkan penurunan voltase dengan gelombang-gelombang alfa yang makin menurun frekuensinya.
  2. Tahap tidur kedua, yakni apabila kedua bola mata berhenti bergerak, namun tonus otot masih terpelihara. Pada tahap ini EEG memperlihatkan timbulnya sekelompok gelombang tidur atau “sleep spindles” yang memiliki frekuensi 14 – 18 siklus/detik pada aktivitas dasar yang berfrekuensi 3 – 6 siklus/detik.
  3. Tahap tidur ketiga, yakni dimana keadaan fisik mulai lemah dan lunglai, serta tonus otot sangat rendah. Pada tahap ini, gelombang tidur “sleep spindles” tadi hanya muncul sesekali saja dan EEG memperlihatkan gelombang dasar yang lambat (1 – 2 siklus/dt).
  4. Tahap tidur keempat, yakni relatif sama dengan tahapan yang ketiga, hanya saja pada tahap ini tidak ada lagi “sleep spindles”, dan yang terlihat hanya gelombang lambat saja.
  5. Tahap tidur kelima, yakni keadaan dimana tonus otot mulai meninggi, terutama otot-otot rahang bawah. Bahkan otot-otot anggota gerak dan badan pun dapat mengalami kejang. Poin utama disini adalah, bola mata kembali bergerak dengan kecepatan yang lebih tinggi.

Berdasarkan lima tahapan tadi, yang termasuk NREM adalah tahapan 1 – 4, sedangkan REM adalah tahapan yang kelima, atau disebut juga dengan paradoxal sleep. Selama tidur yang rata-rata berlangsung selama 7 jam, NREM dan REM ini terjadi berselingan sebanyak 4 sampai 6 kali. Apabila seseorang kurang cukup mengalami NREM, maka keadaan fisiknya esok hari cenderung kurang gesit, dan apabila seseorang kurang cukup REM, maka keesokan harinya ia cenderung hiperaktif.

Hubungannya dengan mimpi, pada tahap 2-4 (NREM), saat dimana gelombang lambat mendominasi, kita dapat mengalami mimpi (meskipun fase ini sering disebut tidur tanpa mimpi). Bahkan mimpi buruk pun kadang terjadi pada fase ini. Namun mimpi itu sendiri biasanya lebih sering terjadi pada tahap kelima, yakni pada fase REM. Perbedaannya adalah, mimpi pada fase REM lebih sering melibatkan aktivitas otot tubuh,  dan mimpi pada fase NREM biasanya tak dapat diingat. Jadi, selama tidur gelombang lambat, tidak terjadi konsolidasi mimpi dalam ingatan.

Semoga bermanfaat. Wallahu’alam.

Referensi:

  • Fisiologi Guyton dan Hall
  • Neurologi Klinis Dasar: Dian Rakyat
  • Catatan Kuliah

Give a comment