Buka Puasa yang Berkesan

Bulan Ramadhan memang bulan yang tepat untuk kumpul-kumpul. Momen-momen kaya buka bareng atau sahur bareng merupakan momen-momen yang nikmat buat dijalanin sama-sama, terutama bareng keluarga. Melepaskan rindu untuk ketemu sama sanak saudara, sama orang tua, sama anak kemenakan.

Alhamdulillah, Ramadhan kali ini keluarga kami pada ngumpul semua di rumah. Aku yang tahun lalu gak sempat pulang karena sibuk dinas saat masih koas di forensik, tentu ngerasa bersyukur banget tahun sekarang kesampean. Mama, papa dan adik semuanya udah di rumah. 🙂

Momen kaya gitu memang udah jarang banget kami rasain semenjak aku dan adikku berstatus sebagai mahasiswa, yang pulang sekali beberapa bulan. Kalau lagi bener-bener kangen, mama papa yang tetiba kepengen datang. Tapi ya nggak puas sehari dua hari ketemu, mesti pisah lagi. 😥

Untung aja, aku yang masih berstatus dokter penantian, (masih berusaha sabar nunggu internsip yang kabarnya diundur lagi), terus adek yang baru aja selesai UAS, mama papa yang standby di rumah paling nggak selepas kerja, sempat kumpul semua di rumah. Buka bareng, sahur bareng, taraweh bareng. Senangnya alhamdulillah.. 😀

Kayaknya papa nggak pengen kesenangan kami berempat dinikmati berempat aja. Tiba-tiba papa teringat nenek dan kakak beliau di kampung. Pengen tahu gimana kabar, soalnya udah lama juga gak kontak. Cuma ya beberapa hari ini papa kayaknya sering nelfon nenek karena nenek lagi kurang sehat. Demikian juga dengan kakak beliau yang ku panggil Mak Uo. Kayaknya lagi sakit. Papa yang gak sabaran jadi nelfon kemenakan-kemenakannya semua di kampung buat liatin nenek sama Mak Uo. Diam-diam papa cemas juga. Tentu saja. Nenek kami hanya tinggal sendirian di rumah. Meski ada kakak sepupuku sama anak, suami dan bapaknya di sebelah rumah nenek.

Akhirnya kami semua mutusin buat buka bersama esok hari di kampung Nenek di Palembayan. Kamis siang kami berangkat sama-sama ke kampung papa itu. Tempatnya di pedalaman kabupaten Agam sana. Ambil jalan ke Maninjau dari Pasar Padang Luar, nanti sampe Matur, ketemu simpang tiga. Kalau lurus kita sampai ke kelok 44 Maninjau, tapi kampung nenek ini kita belok ke kanan, ke arah Puncak Lawang. Pas nyampe di simpang Puncak Lawang tetep aja lurus, ikutin jalannya sampai sekitar 60 kilometer lagi jauhnya. Emang jauuh banget. 🙂

Dari dulu jalan ke kampung nenek memang nggak banyak berubah. Jalannya sempit, berkelok-kelok mengitari bukit dan jurang, semak hutan belantara dan sungai-sungai berarus deras. Kalau bicara soal pemandangan sepanjang jalan, wuess..nggak usah dikata, indah banget! Masih super alami, pemandangan hijau pengunungan dan sawah berjenjang-jenjang di tepian bukit memang kereeeen abis. Masya Allah. Kalau dibikin objek wisata pasti keren banget. Tapi apa boleh buat, sampai dua puluh tiga tahun sekarang umurku, nggak banyak sama sekali yang berubah. Jalannya masih kayak gitu, padahal banyak juga penduduk yang tinggal di pedalamannya.

Kalau musim hujan, yang paling ditakutin adalah longsor. Jalan mungil yang nyempil di pinggir bukit bisa-bisa aja putus terbawa longsor. Kalau udah gitu, jalan yang ibarat pembuluh darah arteri ini benar-benar mati. Gak ada yang bisa lewat, kalau pun bisa, itu paling jalan kaki dulu ke atas bukit sambil nderek motor (kalo ada jalan pintas), tapi kalau mobil, jangan harap. Kita mesti mutar dulu ke Pariaman lanjut ke Tiku, atau lewat Pasaman dari arah Payakumbuh.

Ternyata pas waktu itu, jalan ke kampung nenek benar-benar putus. Ada longsor hebat yang belum lama ini terjadi. Longsor ini datang dari puncak bukit sampai menerjang semua yang ada di bawahnya. Kabarnya ada satu rumah penduduk yang tertimbun dan satu kerbau yang hilang. Benar-benar mengerikan. Sayang gak sempat memfoto longsornya. Namun rupanya, orang-orang setempat sudah mulai membangun jalan baru nyang mengitari bukit. Jalannya masih sangat labil dan masih dalam pengerjaan. Truk-truk dan alat berat masih keliatan bekerja. Tapi jalan ini benar-benar mengerikan, curam dan berkelok-kelok. Mendaki dan menuruni bukit. Pasirnya masih agak licin dan belum terlalu padat, meskipun beberapa udah ada yang dipadatkan. Tantangannya, ban mobil kepeleset lalu mobil jungkir balik masuk jurang. Aku yang sempat nggak setuju ngambil jalan itu harus pasrah sama kemauan papa yang berani melewati jalan berjurang terjal itu. Untung aja waktu itu panas terik, kalau hujan entah apa yang akan terjadi.

Singkat cerita akhirnya kami sampai di jorong Lubuak Gadang, tempat nenekku tinggal. Mobil akhirnya diparkir di warung pinggir jalan, lalu kami melanjutkan perjalanan ke rumah nenek berjalan kaki. Yap, soalnya rumah nenek letaknya di atas bukit, dan jalan ke sana cuma ada jalan kecil yang muat buat sepeda motor. Lebih mendingan yang sekarang, jalannya sudah dibikin oleh masyarakat setempat dan sudah dicor dengan semen. Kalo dulu kami harus mendaki bukit itu berjalan kaki melewati jalan-jalan setapak yang sempit, licin, curam, dan terjal. Nyawa jadi taruhan. Soalnya jatuh dikit aja atau kepeleset, bisa-bisa masuk jurang. Akhirnya dulu waktu masih kecil, pergi ke rumah nenek adalah hal yang paling menakutkan.

DSC00869
Sebelum mendaki ke rumah nenek, mobil diparkir dulu
DSC00871
Selamat datang di kampung nenek
Jalan ke rumah nenek
Jalan ke rumah nenek

Yey. Lima belas menit mendaki jalan ke rumah nenek, sambil meneteng ‘pabukoan’ dan nemenin mama yang mulai suka sesak napas kalau sudah berjalan naik (kayaknya mama mulai kena komplikasi payah jantung karena menginap hipertensi yang lama, oh God.. 😥 ) sampai juga di rumah nenek menjelang magrib. Akhirnya balik lagi ke rumah ini dan ketemu lagi dengan nenek. Yey!

Selamat datang di Rumah Nenek!
Selamat datang di Rumah Nenek!

Sore itu kami akhirnya ketemu lagi sama nenek. Seperti biasa, nenek selalu meluk lalu nyium pipi cucu-cucunya. Tapi kayaknya nenek memang keliatan lagi kurang sehat. Sedari rumah, aku memang sudah menyiapkan beberapa kotak obat generik sejak dari Payakumbuh. Stetoskop dan tensimeterku selalu ku bawa. Siapa tahu ada yang bisa ku lakukan untuk bantuin orang-orang di kampung yang lagi sakit.

Sore menjelang magrib, aku selalu mampir di tempat terfavoritku di rumah nenek. Di belakang rumah nenek, ada sebuah pekarangan yang cukup luas yang letaknya di atas bukit, jadi naik tangga alami alias tangga dari tanah yang dibikin kayak tangga beneran. Di atas pekarangan itu, aku suka liat-liat pemandangan luas yang membentang dari atas itu. Indah banget. Bukit Talamau Pasaman dengan jelas dapat ku pandang dari atas pekarangan itu. Hijaunya sawah dan kebun yang berjenjang-jenjang di pinggir bukit melunakkan pandanganku. Ditambah lagi angin sorenya juga amatlah sejuk, pemandangan sunset-nya pun amatlah mempesona. Waktu kecil, aku sama sepupu-sepupuku sering bermain di atas sini, memainkan permainan anak desa yang nggak bakalan ketemu di kota. Misalnya bikin baling-baling kipas dari dedaunan kering lebar yang ditusuk sebatang lidi lalu kami bawa berlari sembari angin kencang membuat baling-baling itu berputar. Atau yang lainnya bikin alat seruling seperti kecapi dari daun-daun kecil yang dianyam sedemikian rupa. 🙂

DSC00782
Pemandangan sunset dari atas pekarangan rumah nenek

Ketika matahari perlahan terbenam, kemudian azan pun berkumandang. Yey! Alhamdulillah… tibalah saatnya berbuka. Alhamdulillah kami berempat sekeluarga sempat juga buka bareng sama nenek. Mama memang sudah mempersiapkan pabukoan sejak di rumah kami di Payakumbuh. Dengan bekal makanan itu kami pun berbuka, kali ini bersama nenek. Lalu dilanjutin dengan shalat magrib berjamaah di atas rumah nenek.

Habis berbuka dan shalat, aku pun memeriksa kondisi nenek, terus ngasih beberapa obat buat beliau. Nenek terlihat girang, sesekali matanya lagi-lagi berair. Beliau memang sering nangis kalau liat kami, terutama aku. Kalau udah ketemu, nenek selalu memelukku kuat-kuat lalu mencim pipiku sampai lumat. Hahaha. Oh nenek, aku sekarang bukan anak kecil lagi. Beliau katanya sempat memimpikan agar ia masih bisa melihat aku menjadi dokter dan memberinya obat. Dan sekarang impiannya sudah terkabul. Membuatku terharu saja nek.. :’)

Habis shalat Isya’ dan taraweh di atas rumah beralas kayu nenek yang mulai terlihat melapuk, aku pun merebahkan badan di sebuah tikar permadani yang dibentangi oleh nenek di tengah-tengah rumah. Penerangan rumah nenek alhamdulillah sudah ada, listrik alhamdulillah sudah masuk, meski masih numpang sama listrik sebelah rumah tempat kakak sepupuku. Kalau dulu masih make lilin dan lampu semprong yang dipompa setiap mau malam. Hehe, nostalgia banget.

Habis kangen-kangenan sama nenek, nggak lama kemudian datang pulalah sepupuku ke rumah nenek. Ia datang mengabarkan kalau ibunya sakit keras. Ibunya adalah mak uo ku. Kebetulan aku ada di sini, siapa tahu bisa membantu, katanya. Aku pun berangkat ke rumah mak uo melihat kondisinya bareng sepupuku pake motor menuruni bukit menjelang tengah malam.

Sesampai di rumah mak uo, aku melihat mak uo mengeluh kesakitan. Badannya panas, tubuhnya lemah, dan wajahnya pucat. Sementara orang-orang sudah ramai berkumpul di rumahnya, sebagian besar adalah adik-adik sepupuku dan keluarga mak uo. Alhamdulillah ketika itu setelah diperiksa dan ngasih beberapa obat, mak uo sudah lebih mendingan. Tekanan darahnya yang semula amat rendah sudah mulai membaik. Aku pun sedikit lega. Mak uo pun sudah bisa tidur istirahat.

Alhamdulillah, untung saja aku waktu itu membeli beberapa obat generik yang pas sebelum pulang kampung. Jadi bisa langsung aku kasih. Tidak hanya buat nenek dan mak uo, begitu juga buat sodara-sodara lainnya yang lagi sakit. Aku mendatangi mereka satu per satu, entah kenapa banyak yang lagi sakit. Tapi aku senang bisa berbuat untuk mereka, meski hanya sedikit. Mudah-mudahan bisa mengurangi beban mereka.

Ya begitulah, sekali jadi dokter maka selamanya kita jadi dokter. Inilah jalan hidupku yang telah Ia gariskan untukku. Alhamdulillah bisa membantu orang dengan jalan seperti ini. Berharap semoga setiap ilmu yang ku dapat bisa berguna untuk orang lain. Allah-lah yang memberiku ilmu. Ia yang mengajariku banyak hal, dan Ia pulalah yang akan mencabut ilmu dari orang yang dikehendaki-Nya. Aku hanya berdo’a, jika ilmuku itu bermanfaat, maka perkenankanlah ia tetap ada dan semakin hari semakin bertambah. Mungkin Ia memberiku peristiwa-peristiwa seperti ini untuk tetap menjaga ilmu itu. Sebab, tentu saja ilmu akan hilang satu persatu jika tidak dipraktekan.

Satu lagi yang amat penting untuk ku ingat.

Dokter bukanlah penyembuh, ingatlah Allah Yang Maha Menyembuhkan

Aku bukan bekerja untuk menyembuhkan orang, sebab itu adalah pekerjaan Allah. Yang aku lakukan hanyalah berikhtiar agar Allah memberikan kesembuhan bagi setiap orang yang ku obati dengan ilmu-Nya. Maka alangkah sombongnya jika aku menggunakan ilmu itu untuk urusan dunia semata, bukankah ada akhirat yang jauh lebih mahal harganya? Wallahu’alam.

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.Al-Hasyr:18)

Alhamdulillah. Buka bersama yang berkesan.. 🙂

2 thoughts on “Buka Puasa yang Berkesan

  1. Gara

    Speechless lho bacanya. Dari perjuangan menuju rumah nenek yang ternyata jauh banget itu, terus melihat bagaimana rumah nenek yang sangat tradisional (saya suka, saya suka :haha), terus melihat bagaimana seorang dokter sejati bekerja (dan kemarin saya membaca cerita teman tentang seorang dokter yang terlalu sibuk dengan komputernya sampai-sampai pasiennya pun tidak ia tatap ketika membahas tentang penyakitnya), saya membaca ini dan… kehilangan kata.

    Sumpah ini top banget! Semuanya. Banyak yang bisa saya pelajari: tentang “The Heart of Sumatera” yang tempat rumah nenekmu itu, panoramanya keren banget, terus bagaimana dirimu yang dokter sejati banget membantu sanak keluarga tapi masih tetap rendah hati. Wow. Lanjutkan, Bro. Keren pokoknya. Saya angkat topi dan mengacungkan dua jempol untukmu. Sukses selalu, ya.

    Like

    • Sandurezu サンデゥレズ

      Wah.. trima kasih banyak Mas, aduh pujiannya, saya masih biasa2 Mas, mudah2an bisa ngasih manfaat walaupun hanya dikit. Thanks a lot! Insya Allah, thanks Bro! Hehe. Sama2 ya Mas ya.. Setiap orang punya peran masing2 buat ngasih kebermanfaatan buat sesama. 😀

      Liked by 1 person

Give a comment