Lelaki dengan Dua Kutub Kepribadian

Seseorang dengan dua kepribadian, ya, mungkin ia adalah sosok lelaki demikian. Kepribadian yang sulit untuk dimengerti, bahkan mungkin oleh dirinya sendiri. Dalam tahap mana ia mengenal dirinya, ia pun tak mengerti. Atau sesungguhnya, ia masih dalam tahap memahami.

Lelaki ini, -menurut penuturan teman-temannya sendiri-, berada di dua kutub. Dirinya sendiri menyebutnya bipolar, entah definisi itu benar ataukah tidak. Ada kalanya ia berada di kutub positif, di kala perasaan hati selalu senang, bibir yang sering tersenyum dan tertawa, dan setiap hari mengisi harinya dengan bahagia. Namun, ada pula kalanya ia berada di kutub negatif, yaitu ketika perasaan semacam depresi, senang menyendiri, sensitif dan mudah tersinggung, hingga berimbas kepada afek wajahnya yang tampak murung dan letih.

Lelaki ini sebenarnya bukanlah lelaki yang pada hakikatnya senang menyendiri, karena sewaktu-waktu ia sering merasa kesepian, namun jika dibilang senang berkumpul dalam suatu kelompok besar bersama orang banyak, tidaklah pula dirasanya demikian. Keramaian yang teramat sangat kadang membuatnya merasa seperti sendirian di tengah keramaian. Aneh? Entahlah. Mungkin sebagian orang menganggap lelaki ini kurang bersahabat, sulit bergaul, dan lebih baik untuk disegani dan dijauhi, meskipun ada juga yang berkata sebaliknya, periang, ramah dan suka tersenyum. Namun, terkadang, dampak yang ditimbulkan oleh sifatnya tampaknya memiliki pengaruh pada kehidupannya sehari-hari, dan juga, kepada orang-orang di sekitarnya.

Dampak sosial yang ditimbulkan oleh kepribadian lelaki ini cukup rumit. Entah bagi dirinya sendiri atau bagi orang lain. Suatu saat orang-orang terdekat hanya akan mengetahui dengan jelas suasana hati ketika melihat afek dan ekspresi dari wajahnya. Dan hal itu kadang dapat berubah secara drastis dan seketika, namun sulit kembali berubah. Banyak faktor yang menjadi pemicunya, sejauh yang dia ketahui. Namun faktor utama yang sering menyebabkan perubahan kutub -terutama positif menjadi negatif-, tampaknya adalah faktor bullying dan yelling. Sementara faktor sebaliknya -negatif menjadi positif-, adalah perceiving dan smiling. Mungkin perlu dibahas satu-satu.

Faktor utama perubahan kutub positif menjadi negatif dalam kepribadian lelaki ini tampaknya bullying dan yelling. Bullying dalam tahapan ringan sampai berat sepertinya tidak terlalu berpengaruh, dan teman-temannya sendiri pernah mengatakan jika standar bullying lelaki ini terlalu rendah. Misalkan, ketika si lelaki dibilang “Hebat ya kamu ngomong, sampai-sampai banci pun terdiam,” ataupun seperti, “Sudah, nanti dia depresi lagi.” Bagi sebagian orang mungkin hal itu tampak konyol, tapi sepertinya sangat besar pengaruhnya bagi si lelaki bipolar. Faktor kedua yang tak kalah hebat adalah yelling, atau membentak. Misalkan, “Ya sudah gak usah ngomong!” atau “Dasar merepotkan!”, atau kata-kata kasar lainnya yang membuat lelaki bipolar menjadi makhluk yang tidak berguna dan menyusahkan serta menyakiti orang lain. Entah mengapa, faktor ini adalah faktor terkuat yang membuat afek yang tadinya positif berubah total menjadi negatif, dan muncullah sifat denial atau menjauhi terhadap si pem-bully. Awalnya mungkin marah dan kesal, tapi tidak lama berkembang menjadi perasaan depresi dan merasa rendah diri berkepanjangan, seolah kehadirannya hanya menjadi benalu bagi orang lain. Perasaan itu semakin dalam, ketika ia menyadari orang-orang di sekitarnya mengubah afek mereka pula kepada dirinya secara drastis.

Namun, ada kalanya kutub yang tadinya negatif kembali menjadi positif. Akan tetapi, faktor terbesar yang menyebabkan perubahan itu tampaknya lebih banyak berasal dari dalam diri si lelaki sendiri. Sang lelaki yang tiba-tiba mendapatkan semacam “pencerahan dari langit” mengenai mengontrol emosi dan mulai menerima diri sendiri sebagai makhluk Allah yang tidak sempurna dan perlu banyak memperbaiki diri. Sifat ini yang disebut perceiving. Sayangnya, sifat ini muncul agak lama, dan biasanya juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, terutama dari pihak yang melakukan bullying dan yelling. Perasaan menerima itu muncul setelah si lelaki mampu untuk memaafkan oknum dan dirinya sendiri, -meskipun oknum yang paling bertanggung jawab dan yang paling patut dipersalahkan adalah dirinya sendiri-. Jika telah demikian, Smiling, atau tersenyum, muncul begitu saja saat si lelaki telah mampu menerima kekurangan dan ikhlas memaafkan kesalahan dirinya sendiri. Namun, faktor smiling terbesar yang mampu merubah afeknya adalah senyum dari orang lain, entah itu siapa saja, hingga ia kembali merasa berguna dan tidak menjadi benalu bagi orang lain. Terkadang, kepribadian yang moody swinging seperti ini tampak cukup mengganggunya, hingga si lelaki merasa menjadi orang bodoh yang baru saja melakukan hal konyol, ketika ia telah kembali ke kutub positif.

Lelaki dengan dua kepribadian itu mungkin saja ada di sekitar kita, meski saya meyakini hanya ada sedikit orang yang demikian. Mungkin saja, saya adalah salah satu di antaranya, namun tentu saja kita semua masih akan terus belajar mengenal diri kita sendiri. Menyelami kepribadian kadangkala membuat kita menjadi lebih bersyukur, jika kita membandingkan dan melihat, bahwa di luar sana masih banyak orang yang bahkan tidak mengenal dan mengerti dengan diri mereka sendiri, misalkan para pasien gangguan jiwa. Innalillah. Mari kita selalu memperbaiki diri, karena memang tidak ada yang sempurna dan tanpa khilaf di dunia ini kecuali Yang Maha Kuasa.

Wallahu’alam bisshawwab.. 🙂

 

2 thoughts on “Lelaki dengan Dua Kutub Kepribadian

Give a comment