Deteksi Dini Kanker Mesti Jadi Perhatian

Beberapa hari yang lalu saya mengikuti perkuliahan mengenai kanker pada sistem muskuloskeletal. Kebetulan blok ini saya sedang membahas detail mengenai sistem yang satu ini di kampus. Kanker merupakan suatu momok yang menakutkan bagi masyarakat, karena penyakit yang satu ini identik dengan usia yang singkat dan kualitas hidup yang buruk. Misalnya saja beberapa teman ibu saya yang beberapa tahun lalu divonis oleh dokter menderita kanker payudara,  innalillah, setelah berjuang selama bertahun-tahun di rumah sakit, Allah menjemputnya. Demikian juga dengan seorang sahabat ibu saya yang mengajar di sekolah yang sama, setelah divonis kanker uterus (rahim) beberapa waktu yang lalu, nyawa beliau tidak lagi tertolong. Namun, sebenarnya kanker bukanlah hal mengerikan jika kita bisa mendeteksinya sedari awal.

Masyarakat Indonesia terdiri dari berjuta-juta jiwa. Tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan di negeri ini masih belum merata dan menjangkau semua lapisan masyarakat. Apalagi jika ditanya mengenai pengetahuan tentang penyakit kanker, mungkin tidak seberapa yang tahu dan paham dengan yang satu ini. Bahkan mungkin diantaranya ada yang tidak peduli. Pada umumnya masyarakat kita selalu datang ke dokter ketika penyakit kanker yang dialaminya sudah stadium lanjut, dan sudah menyebar (bermetastasis) ke organ-organ tubuh yang lainnya. Kanker apapun itu, mungkin hanya sebagian kecil saja yang datang ke dokter dalam stadium awal. Hal inilah yang justru membuat penyakit ini menjadi semakin sulit disembuhkan.

Masalah ekonomi selalu menjadi alasan masyarakat kita untuk enggan berobat. Selain ekonomi alasan lain yang membuat kita malas memeriksakan diri ke dokter adalah tidak ada waktu, dan malas. Masyarakat kita lebih memilih periksa dulu ke dukun, tukang urut dulu, atau mencoba mengobati sendiri sebelum periksa ke dokter. Padahal pemerintah sudah memberikan sarana puskesmas di banyak kelurahan sebagai sarana mudah dan murah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Bahkan sudah ada Askes dan Jamkesmas yang memungkinkan kita untuk berobat secara gratis. Memang tidak dapat dipungkiri juga, Indonesia masih merupakan negara berkembang yang belum mampu menyediakan fasilitas kesehatan yang prima dan asuransi yang benar-benar gratis untuk masyarakatnya. Tapi, setidaknya kita bisa memanfaatkan program-program yang ada untuk mencegah agar penyakit yang diderita semakin parah sehingga butuh biaya yang jauh lebih besar untuk menanggung semua biaya pengobatan.

Sebenarnya, kanker dapat kita cegah. Pada umumnya, kanker muncul dalam bentuk tumor atau benjolan yang keras dan padat. Kadang-kadang disertai nyeri, namun pada stadium-stadium awal terlihat seperti tidak ada keluhan. Kanker tumbuh secara progresif, artinya semakin lama semakin besar dan biasanya disertai dengan penurunan berat badan yang abnormal. Beberapa kanker muncul dalam bentuk lain seperti leukimia yang merupakan kanker sel darah putih. Namun, sebagian besar kanker muncul secara diam-diam karena mulanya banyak yang tidak menimbulkan keluhan yang berarti. Kanker berbeda dengan tumor jinak yang tumbuhnya lambat dan tidak seagresif pertumbuhan kanker, meskipun masing-masing tumor memiliki ciri khas dan menimbulkan keluhan tersendiri.

Saat saya mengikuti perkuliahan yang membahas mengenai kanker, topik deteksi dini kanker selalu menjadi hal yang cukup sulit dan sering terlewatkan. Pengobatan di rumah sakit pada umumnya menangani pasien-pasien dengan stadium kanker yang sudah sangat lanjut bahkan tahap akhir. Jika dibandingkan dengan di luar negeri misalnya, negara-negara maju di benua Eropa lebih mendalami bagaimana melakukan pencegahan atau deteksi dini pada kanker. Masyarakat Eropa yang sudah lebih maju, memiliki kesadaran yang tinggi untuk berobat ke tempat pelayanan kesehatan, sehingga angka kanker stadium lanjut dapat ditekan. Setiap ada benjolan, mereka tidak malu memeriksakan diri ke dokter. Namun di Indonesia, sayangnya hal semacam ini belum begitu diperhatikan.

Saya pernah pengalaman berobat di salah satu rumah sakit. Waktu itu saya hanya menderita batuk, pilek dan bersin-bersin. Iseng-iseng saya melihat lobang hidung saya di depan cermin sambil mengarahkan cahaya senter. Saat itu terlihat konka hidung saya memerah dan berlendir, agak bengkak dan menyumbat jalan napas. Esok hari saya periksakan ke poli THT di rumah sakit, karena saya khawatir jika benjolan yang saya lihat itu bukan benjolan biasa. Setelah saya diperiksa, karena saya mahasiswa kedokteran, saya diledekin sama kakak-kakak koas..hha. Ada yang bilang, ah, cuman pilek dikit aja, ah terlalu cemas, terlalu lebay, dan semacamnya. Hingga akhirnya saya sedikit enggan untuk meneruskan pemeriksaan. Tapi dokter menyarankan saya untuk memeriksakan diri ke bagian THT. Setelah selang beberapa jam diperiksa, ditetapkanlah diagnosisnya sinusitis persisten ringan. Alhamdulillah bukan polip atau apa, tapi akhirnya saya jadi tahu bagaimana rasanya menjadi pasien yang hanya ingin mendeteksi penyakit lebih dini. Malu iya, kesal juga iya, susah ya..hehe.

Tapi, bagaimana pun itu, tidak ada salahnya jika kita berusaha peduli dengan kesehatan kita. Karena sesungguhnya, kepedulian terhadap kesehatan itu adalah suatu pengobatan juga kan? Dengan sedikit kepedulian, kita bisa menghemat jutaan rupiah untuk mengobati kanker yang sudah lanjut. Namun sedih juga melihat orang yang sudah jelas-jelas tumornya besar, berat badannya udah turun, tapi masih juga enggan berobat. Semoga kita bisa lebih peduli dengan masalah ini, supaya kanker tidak lagi menjadi momok menakutkan bagi masyarakat Indonesia. Dengan mendeteksinya lebih dini, kanker itu masih dapat disembuhkan. Mencegah tetap lebih baik daripada mengobati kan? 🙂

Give a comment