Hai Merdeka!

Tujuh belas Agustus. Hari ini. Titip salam untuk dedaunan yang masih hijau menyeruak nyaman, untuk langit biru yang masih tertutup kabut dan awan, tanah subur yang menumbuhkan bebungaan. Ah, alhamdulillah.. Betapa indahnya hari ini, tujuh puluh tahun setelah merdeka. Ya, meskipun kata “merdeka” itu sampai sekarang masih ambigu di benak saya.

Ada apa dengan Merdeka? “yang jelas bukan dengan cinta”. Merdeka! Merdeka! Kata itu begitu sakral di telinga negeri ini.

Kini saya mencoba menelaah kata sederhana itu. Mungkin, saya memang bukan pakar sejarah tulen yang sangat memahami makna dari kata merdeka. Jika bertanya tentang kata Merdeka, bertanyalah maknanya pada nenek atau kakek yang hidup di masa penjajahan dulu. Saya yakin mereka akan jauh lebih mengerti akan makna tersirat dan tersurat dari kata itu.

Kini, saya ikut meneriakkan kata “Merdeka!” Meskipun saya terlahir lima puluh tahun setelah negeri ini merdeka. Tentu arti yang ada di benak saya adalah arti yang muncul setelah mendengar cerita sejarah bangsa. Dengan sedikit bumbu-bumbu ilmu pengetahuan yang saya ketahui.

Namun, saya masih saja heran dengan kata merdeka. Sebenarnya apa maksudnya? Apakah merdeka itu seperti bebas mengkorupsi uang rakyat? Atau, bebas merebut kekuasaan? Oh, atau bebas membohongi rakyat? -aduh maaf kok jadi serius gini? ckck 😛

Tentu saja bukan itu yang diharapkan oleh pahlawan-pahlawan negeri ini tujuh puluh tahun yang lalu.

Akankah kata merdeka hanya sebatas bebas dari penjajah? Ataukah jauh lebih dalam? Menurut anda? 🙂

Namun, izinkan saya tetap mengucapkan selamat Hari Ulang Tahun Ibu pertiwi tercinta, Indonesia! Tak ada kata-kata yang pantas yang bisa saya ucapkan untukmu, selain Merdeka! “Meski masih menyeritkan dahi.” Jika boleh saya bertanya pada Ibu pertiwi, apa benar Ibu kini sudah merdeka? 🙂

Penampakan bendera merah putih di depan gerbang rumah. Selamat Hari Merdeka!
Penampakan bendera merah putih di depan gerbang rumah. Cuacanya agak mendung. Selamat Hari Merdeka!

Give a comment