Book Reviews – Februari 2016

Mari kembali mereview buku sejenak. Bulan Februari 2016 yang lalu saya sempat membaca 4 buah buku yang saya pesan dari Gramedia online, berhubung di Payakumbuh gerai Gramedianya belum terlalu lengkap dan buku-bukunya masih kurang update. Tiga dari empat bukunya berupa novel karya penulis Indonesia dan satu lagi buku motivasi. Berikut sedikit reviewnya.

1. Hujan – Tere Liye

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Cetakan kedua, Januari 2016.  320 Halaman.

Jpeg

Novel dengan cover book berwarna biru muda minimalis ini seperti isinya, sederhana, tapi padat makna. Ini tentang sebuah cerita mengenai kehidupan di masa depan, berlatar tahun 2040-an. Kisah ini dititikberatkan pada perjalanan hidup seorang gadis bernama Lail, yang harus berpisah maut dengan kedua orang tuanya yang tewas akibat bencana dahsyat yang melanda bumi kala itu. Sebuah gunung purba meletus, melebihi ledakan gunung-gunung purba sebelumnya, sebut saja Gunung Toba, Tambora dan Krakatau yang dampaknya dirasakan hingga seluruh dunia. Letusan gunung itu memicu gempa bumi dan tsunami di seluruh dunia, membuat jutaan manusia kehilangan nyawa, termasuk kedua orang tua Lail. Kini Lail harus hidup sebatang kara di sebuah kota metropolis nan canggih namun mendadak berubah wujud menjadi kota mati yang merangkak mencari kehidupan. Kala itulah, seorang anak lelaki baik hati muncul sebagai sosok penyelamat dan penyemangat hidupnya. Namanya Esok, yang kini pun harus hidup bersama Lail, ibunya yang sakit-sakitan, dan tentu saja warga kota yang selamat di pengungsian. Peristiwa-peristiwa berharga di antara mereka seringkali terjadi ketika hujan turun, hingga hujan memiliki makna tersendiri di hati Lail. Semuanya berlalu ketika Esok pun harus sering berpisah dengan Lail saat ia sibuk kuliah di perguruan tinggi.

Lambat laun, bencana maha dahsyat itu pada akhirnya membuat kekacauan dalam iklim bumi, dan penduduk bumi di berbagai belahan dunia mulai menghalalkan segala cara untuk bertahan hidup, termasuk merekayasa iklim. Tapi keuntungan di negeri satu berdampak kerugian di negeri lain. Sampai suatu ketika negeri katulistiwa itu mendadak dihujani badai salju, lalu timbullah ketidakharmonisan penduduk bumi yang berujung kepada kenyataan bahwa bumi tak mampu lagi meghasilkan awan. Itu artinya hujan tak akan lagi turun. Sesuatu yang tak terbayangkan oleh Lail. Bumi akan tak layak lagi menjadi tempat tinggal manusia, dan manusia harus diungsikan dan diterbangkan dengan sebuah kapal raksasa yang -tentu saja- tak dapat menampung seluruh umat manusia. Hanya mereka yang terpilih saja yang bisa menaiki kapal itu. Lail yang tampaknya tidak beruntung, tidak termasuk dalam rombongan itu, sementara Esok sebaliknya. Keduanya harus berpisah. Lail ingin menghapus ingatanya dari Esok, tapi hal yang tak diduga terjadi, sesuatu hal yang sangat membahagiakan keduanya.

Epic! Saya bisa bilang jika novel ini sangat dramatis, namun cara Tere Liye menuliskan hal yang dramatis itu sama sekali tidak berlebihan. Cerita yang sulit untuk ditebak, dan saya mengacungkan jempol untuk novel ini. Pertama untuk ceritanya yang seolah-olah membawa saya ke dalam dunia fantasi, dan kedua untuk pesan-pesan moral yang dibawanya. Tak salah jika back cover buku ini tertulis “Tentang persahabatan, tentang cinta, tentang melupakan, tentang perpisahan dan tentang hujan.” Buku ini mengajarkan nilai-nilai ketulusan, kesabaran, kerja keras, dan semangat pantang menyerah. Saya sangat merekomendasikan buku ini! 🙂

2. Faith and the City – Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Cetakan pertama, Desember 2015. 227 Halaman.

Jpeg

Novel kedua yang saya baca ini merupakan kelanjutan dari kisah di buku Bulan Terbelah di Langit Amerika. Novel ini berkisah tentang kehidupan wartawan muslimah muda yang namanya baru saja naik daun setelah sukses meliput berita kehidupan muslim di Amerika pasca tragedi 11 September 2001. Dan wartawan muslimah muda itu bernama Hanum, hidup beberapa waktu di New York bersama suaminya, Rangga, seorang mahasiswa S3 di Wina Austria.

Kali ini, kisah mereka berdua masuk ke dalam babak baru, saat berbenturan antara keyakinan dan prinsip masing-masing. Hati Hanum merasa terpanggil untuk berkarir di televisi bergengsi di New York, menaikkan citra Islam di Amerika dan seluruh dunia, sementara hati Rangga tetap ingin menyelesaikan kuliah S3-nya di Wina bersama Istri. Tapi keduanya tak bisa berjalan berbarengan ketika Hanum begitu keras kepala dengan jalan yang ia yakini, sementara Rangga punya batas kesabaran dan keyakinan yang berbeda. Hanum akhirnya memilih City of New York, dibandingkan Faith yang ada pada suaminya. Mereka memutuskan berpisah. Rangga pun bersiap meninggalkan New York seorang diri, meninggalkan istrinya dengan ikhlas dan cinta sepenuh hati dengan harapan istrinya bisa sukses berkarir di New York. Namun, di balik itu semua, karir di pertelevisian tidak selamanya membahagiakan. Di saat media-media hanya mengejar rating  dan keuntungan tanpa memperdulikan perasaan mereka yang diberitakan semena-mena, saat itulah hati Hanum bergeming teringat akan suaminya. Ia merasa telah dikhianati ambisinya. Tapi, tentu saja ada hikmah di balik setiap kejadian ini. Pada akhirnya, kebenaran terungkap, dan kedua pasang suami istri muda itu tersenyum.

Novel ini salah satu favorit saya. Meski ceritanya sederhana namun tetap saja ada pelajaran moral yang bagus di dalamnya. Buku ini mengingatkan saya bahwa dunia ini hanyalah sebuah sandiwara. Kita tengah diuji sebelum memasuki kehidupan yang sebenarnya. Buku ini juga mengajarkan arti “saling mempercayai”. Dan terkadang, ambisi kita yang terlalu berlebihan dapat mencelakakan diri sendiri.

3. Ayat-Ayat Cinta 2 – Habiburrahman El Shirazy

Penerbit Republika, Cetakan VII, Desember 2015. VI + 689 Halaman.

Jpeg

Buku tebal ini bercerita tentang kisah hidup Fahri yang kehilangan istri yang sangat dicintainya, Aisha. Fahri kini hidup sebagai seorang Doktor Filologi terkemuka di Edinburgh, Britania Raya, bersama paman Hulusi, orang kepercayaannya dari Turki. Mereka hidup sederhana -meski sejatinya dilimpahi harta hasil usaha butik, niaga dan beberapa saham milik Aisha-, dan bertetangga dengan seorang nenek Yahudi, keluarga Nasrani dan beberapa penduduk lokal lainnya. Secara garis besar kisah di dalam novel ini berisi tentang penantian Fahri yang panjang setelah kepergian Aisha ke Palestina bersama Alicia untuk menyelesaikan misi sebagai wartawan. Namun Aisha tak pernah kembali semenjak itu, sementara Alicia telah ditemukan tewas mengenaskan dibantai tentara Zionis Yahudi Israel.

Kisah di novel ini sangat complicated. Namun yang paling menyedot perhatian adalah kisah Fahri menyelamatkan hidup seorang anak Nasrani yang sangat membeci Islam, bernama Keira. Kebencian besarnya terhadap Islam muncul ketika ayahnya tewas menggenaskan dalam peristiwa Bom London. Ia menjadi perempuan pemurung dan pendendam, dan seringkali mencoret rumah Fahri dengan tulisan-tulisan membenci Islam. Segmen lainnya adalah ketika Fahri juga menyelamatkan hidup seorang nenek Yahudi bernama Catarina. Ia diusir dari rumahnya sendiri oleh anak tirinya bernama Baruch, seorang tentara zionis Yahudi. Semenjak itu Baruch mengenal Fahri dan menaruh kebencian yang sangat, hingga bahkan nyaris membunuhnya.

Akan tetapi, kisah utama yang diangkat tak lain adalah kisah seorang perempuan bercadar hitam dan buruk rupa peminta-minta yang Fahri selamatkan bernama Sabina. Perempuan itu sangat shalihah namun kondisinya membuatnya terpaksa menjadi gelandangan. Demi menyelamatkan citra Islam di Eropa, Sabina dibawa oleh Fahri dan paman Hulusi ke rumah dan tinggal di basement rumah itu. Lambat laun kehidupan perempuan buruk rupa itu menjadi lebih baik, ia pun menjadi sahabat akrab bagi para tetangganya yang non muslim. Waktu pun berlalu hingga Fahri mengenal Hulya, seorang muslimah yang taat dan cerdas seperti Aisha. Sabina dan Hulya kemudian menjadi sahabat baik ketika ia beserta keluarganya pindah ke dekat lingkungan rumah Fahri. Ditinggal lama oleh Aisha yang tak pernah kembali, membuat orang-orang di sekitar Fahri menyarankannya untuk menikah lagi. Demikian pula dengan guru-guru dan sahabat-sahabatnya yang datang berkunjung ke Edinburgh. Meskipun pada awalnya Fahri bersedia menikahi Sabina, Sabina hanya menangis dan menawarkan Fahri menikahi Hulya. Meski cerita panjang, akhirnya Fahri setuju menikah dengan Hulya, hingga Hulya melahirkan anak pertama mereka. Tapi umur Hulya tak panjang, ia terluka setelah ditikam lelaki tak dikenal. Sebelum kematiannya, Hulya berwasiat agar wajahnya ditranslplantasikan ke wajah Sabina yang buruk rupa. Ketika momen-momen itulah, Fahri akhirnya mengetahui jati diri seorang wanita buruk rupa yang kini berwajah Hulya itu. Mereka menangis sejadi-jadinya.

Novel ini, meski sulit diungkapkan, di dalamnya sangat banyak pelajaran yang berharga, terutama pelajaran mengenai jati diri. Kisah di dalam novel ini mengingatkan kita agar tidak hanya menjadikan Islam sebagai agama, tetapi Islam sebagai cara hidup. Saya cukup speechless setelah membaca buku ini, bagaimana penulis menggambarkan betapa besarnya hati seorang muslim sejati, betapa tingginya kasih sayang dalam kehidupan seorang muslim, dan betapa teguhnya keimanan seorang muslim yang telah mengenal agamanya dengan baik. Meski terkadang cerita-cerita di dalamnya tidak begitu addicting, apalagi jika menyangkut masalah poligami, tapi jika dibaca dengan baik akan sampai pula kepada sebuah pesan yang ingin disampaikan oleh penulis dalam buku ini. “Pelajarilah Islam dengan sungguh-sungguh dan hiduplah sebagai seorang Muslim yang sebenarnya.” Mungkin itu kalimat sederhana yang bisa saya rangkai setelah membaca novel ini. Recommended.

4. Habibie, Tak Boleh Lelah dan Kalah! – Fachmy Casofa

Penerbit Metagraf, Creative Imprint of Tiga Serangkai. Cetakan 1, Februari 2014. 229 Halaman.

Jpeg

Ini adalah buku tentang perjalanan hidup singkat dari seorang tokoh Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie. Jika dibilang biografi, buku ini terlalu singkat, sebab sebagian besar buku ini lebih didominasi oleh foto-foto dokumentasi perjalanan hidup Pak Habibie sejak kecil sampai sekarang, sementara kisahnya hanya beberapa penggalan di 46 halaman pertama. Namun, inti dari buku ini sebenarnya adalah 50 gagasan brilian dari beliau untuk generasi muda Indonesia. Gagasan itu berupa quote-quote yang sarat makna, yakni prinsip-prinsip hidup yang diyakini oleh seorang BJ Habibie. Berikut beberapa kalimat yang saya kutip darinya:

“Kita adalah keturunan bangsa pejuang, yang tidak mengenal lelah dan kalah!”

“Citra merupakan kulitnya saja, sedangkan karya adalah isi, berupa kemampuan dan prestasi nyata yang dapat dinikmati dan bermanfaat bagi masyarakat.”

“Keberhasilan akan menjadi penggerak utama semangat. Namun, kegagalan akan dapat menggerakkan intensivitas berpikir secara rinci, sehingga dalam waktu sesingkat-singkatnya dapat mengubah kegagalan menjadi keberhasilan.”

“Saya tidak pernah mimpi. Yang saya kembangkan adalah cita-cita berdasarkan suatu wawasan yang jelas, realistis, mencerminkan kebutuhan masyarakat, juga kepentingan nasional yang disesuaikan dengan kemampuan yang terus saya tingkatkan.”

“Saya membutuhkan untuk tidur 5 jam, 2 jam untuk shalat, 1,5 jam baca Yasin dan tahlil, 2 jam berenang dan mandi, 3 jam makan, dan 3 jam untuk terima tamu, sehingga sisanya (7,5 jam) saya butuhkan untuk membaca atau menulis.”

At least, saya kira ini adalah buku sederhana dengan pemikiran luar biasa. Mungkin saya mesti membukanya kembali jika perlu inspirasi. Meski isinya ternyata tidak setebal bukunya, tapi makna yang terkandung di dalamnya saya kira sangat mahal harganya.

Wallahu’alam. Semoga Maret 2016 dapat berlanjut ke buku-buku berikutnya. 🙂

Give a comment