Bougenville 12, Part 2 – Ibunda yang Setia

“Syandrez Prima Putra, silahkan masuk”. Tersadar hingga aku pun masuk menuju ruangan klinik puskesmas yang sederhana tak jauh dari rumahku. Pukul 8 pagi, bertemu seorang dokter muda yang berusaha menganamnesis. Umur, riwayat asma, merokok?” Ku jawab seadanya. “Silahkan tunggu ya dek.” Tak lama namaku kembali terpanggil, duduk manis, senyam-senyum, agak bingung. Aku pun mengutarakan keluhan ini padanya. Dokternya ramah, namun agak tergesa-gesa kelihatannya. Entah mungkin karena pasien pagi itu cukup banyak namun aku ambil positifnya saja.

Sebuah surat rujukan siap ditulis dan ditandatangani. Inilah saatnya aku memulai pengobatan yang selama ini aku tunggu-tunggu. Bismillah, semoga Allah memberiku jalan yang termudah.

Kemudian aku dan ibu beranjak, dan berucap terima kasih lalu pamit dari Puskesmas bersahaja itu. Namun cerita bergulir sedikit berbeda. Ayah ku telfon, “Pa, an barangkek ka Padang lai.” Berdua diantar oleh ibu sampai di persimpangan jalan tempat bis jurusan Padang hendak berlalu. Tapi ayah menyusulku, memintaku menemani nenek untuk pulang kampung berdua saja denganku. Kebetulan kampung nenekku di Palembayan, ingin turun di Bukittinggi dan menyambung bisnya ke kampung halaman. Akhirnya ku pamit, mencium kedua tangan ayah ibu dan berangkat bersama nenek.

Pagi itu pun terasa sejuk. Mengitari jalan raya Sumbar yang biasa selalu ramai oleh pemudik. Terlihat jelas saja dari atas bis itu. Hingga saat tempat pemberhentian bis tempat nenekku hendak turun, tak lupa ku tuntun beliau turun dan terlihat beranjak menaiki bis jurusan Palembayan.

Cerita berbeda yang aku maksudkan adalah suatu hal yang memang berbeda. Surat rujukan puskesmas yang tadinya aku dapati, tidak ikut aku bawa ke Padang. Tujuannya berbeda, karena saat itu KRS harus ku tuntaskan sebelum resmi terdafar di semester 5 FKUA. Kisahnya disini.

Keesokan harinya, adalah di kota Padang. Aku telah membuat janji dengan seorang ibu temanku di kampus. Aku tak bertanya namanya, namun aku memanggilnya mama. Allah kala itu mempertemukan aku dengan beliau bersama dengan suaminya di gerbang FK, di saat sarapan. Tak lupa hormat dan rasa segan aku menyalami dan menciumi tangan keduanya. “Ini surat-suratnya ma.” Aku memberikan lembaran persyaratan pendaftaran ulang kepunyaan anak beliau yang sebelumnya dititipkan padaku. Kebetulan temanku ini tidak bisa hadir di kampus mengurus persyaratan pendaftaran ulangnya, lalu ia meminta tolong padaku untuk mengurusnya meski akhirnya kandas karena yang bersangkutan harus hadir.

“Terima kasih nak, nanti biar mama yang urus.” Secercah senyum yang teramat ramah dari seorang ibu begitu hangat mengalir. Entah itu ketulusan yang berbeda, bersih sekali. Dari jauh hingga berlalu aku terus memperhatikan mimiknya yang begitu tawaddhu. Inilah orang tua yang begitu peduli terhadap anaknya.

Ceritaku pun masih belum berakhir. Ini adalah awal dari perjuangan ini. Setelah semua urusanku selesai, pagi jam 9 pun aku langsung pulang ke Payakumbuh. Siap dan berfokus, memantapkan niat untuk mulai berobat. “Syandrez Prima Putra, terdaftar di FKUA.” Sebuah surat pernyataan yang membuat aku lega, dan saatnya berfokus pada rencana semula.

to be continued..

Ruang belajar, 12.07 PM

Give a comment