2020 in Flashback

Manusia berencana, Allah pun punya rencana. Qadarullah, 2020 adalah tahun yang jauh dari prediksi saya. Ketika kembali membaca segmen “Rencana di 2020” di akhir tulisan saya tahun lalu yang berjudul 2019 in Flashback, saya dapat menyimpulkan, “Baiklah, saya sudah berusaha, but it is not done yet“. Berikut beberapa catatan kilas balik saya di tahun 2020, semoga ada ibrah yang bisa diambil.

Photo by Snapwire on Pexels.com

Nasib Penelitian Thesis

Awal Januari 2020 adalah masa-masa dimana saya tengah mencemplungkan diri di laboratorium Mikrobiologi untuk melakukan penelitian thesis di bidang virologi Human Papillomavirus (HPV). Hampir setiap hari, pagi hingga sore, bahkan akhir pekan saya diisi dengan kegiatan riset bersama rekan-rekan mahasiswa bimbingan dr. Andani di laboratorium tersebut. Masa-masa itu sungguh berkesan, walaupun sebenarnya saya sudah mulai meneliti sejak Oktober 2019. Aktifitas itu tak dapat dipisahkan dari belajar hal-hal baru dari rekan-rekan sesama mahasiswa, terutama mengenai hal-hal teknis laboratorium. Kenal dengan para calon analis dan akademis yang sebagian besar mengambil S2 dan S3 Biomedik di Unand membuat saya sedikit lebih terbiasa dan mulai menguasai teori dan praktik laboratorium terutama PCR. Saya jadi lebih familiar dengan istilah DNA, GenBank, sekuensing DNA, alignment DNA dan filogenetika yang sebagian besar merupakan bagian dari ilmu bioinformatika, sebuah cabang ilmu yang mulai menarik minat saya entah kenapa.

Meskipun kala itu proses “ngelab” saya masih berjalan, tugas negara tetap harus dijalankan. Sebagai dosen CPNS baru, saya tetap harus membagi waktu untuk membimbing mahasiswa tutor, keterampilan klinik, dan mengerjakan tugas-tugas penunjang dan kepanitiaan lainnya di kampus. Proses adaptasi saya kala itu cukup ruwet, karena saya belum pernah melakukan tugas pokok akademis berbarengan dengan penelitian S2 saya di lab mikro. Syukurlah, bulan Januari itu saya bisa melewatinya dengan cukup baik, setidaknya semua sampel penelitian sudah saya uji di lab walaupun hanya 50% yang berhasil saya kirim untuk proses sekuensing DNA di Singapura. Pun juga hasil belajar mahasiswa bimbingan saya juga bagus, alhamdulillah. Mudah-mudahan ke depannya saya bisa menjalankan tugas tri darma perguruan tinggi dosen dengan baik, mengajar-meneliti-mengabdi untuk masyarakat.

Kebetulan juga pada waktu itu seorang teman sekaligus senior saya yang lagi sekolah S2 di UI -kak Onie- pulang ke Padang. Senang sekali, karena akhirnya Genk Capcus kami ngumpul lagi meski hanya sebulan kurang lebih. Saya ikut membantu beliau yang saya panggil “Amak” ini menyiapkan penelitiannya di Padang, meski lebih banyak nyusahin. Hehe. Setidaknya, ketika saya selesai ngelab di Mikro, selalu ada Amak, Pak Aji Taufik dan Buk Aji Liska yang menculik saya dengan senang hati keliling Kota Padang.

Pindah Ke Rumah Baru

Awal Februari, Allah menganugerahi keluarga kecil kami dengan sebuah hunian sederhana di Korong Gadang, Kota Padang. Mengingat selama dua tahun sejak saya menikah, kami masih mengontrak di sebuah rumah petak di sekitaran Simpang Ketaping By Pass dekat Panti Asuhan Muhammadiyah Pauh. Alhamdulillah, meski berjarak lebih jauh ke lab dibanding sebelumnya, rumah baru kami di Korong Gadang, Kuranji, Padang ini cukup nyaman. Rumah ini sebenarnya miliki ayah mertua saya yang ditinggal lama. Daripada tidak digunakan, ayah mertua saya menawarkan hunian itu untuk kami tinggal sementara, jika kemudian hari kami ingin punya rumah sendiri. Setelah direnovasi sedikit lebih layak, alhamdulillah kami sekeluarga pindah ke rumah tersebut. Syukurlah, dengan begitu, kami bisa lebih leluasa mengatur keuangan, dan alhamdulillah mulai dapat menyusun rencana-rencana kami untuk memebesarkan si buah hati.

Keluarga Baru di Fakultas Kedokteran

Sejak pertama kali kembali ke FK Unand dari sebelumnya mantan dosen non PNS, lalu menjadi mahasiswa UGM, dan kini telah berstatus dosen CPNS, saya dan empat orang CPNS lainnya masih ditugaskan di unit-unit khusus yang ada di fakultas dan belum masuk ke bagian. Barangkali kalau di fakultas lain, istilah “bagian” ini sama dengan istilah “jurusan” atau “departemen”. Oleh karenanya, bagian adalah ibarat rumah di dalam komplek Fakultas Kedokteran Unand. Rumah-rumah ini dihuni oleh beberapa dosen yang dapat pula diibaratkan sebagai keluarga. Sementara itu, “unit” adalah suatu organisasi lain di luar bagian, yang terdiri dari dosen-dosen “tetangga” dari berbagai bagian dengan tugas pokok tertentu. Karena baru bergabung di FK, Pak Dekan dr. Wirsma Arif yang waktu itu masih menjabat meminta kami beradaptasi dulu di unit selama kurang lebih 6 bulan sebelum resmi memasukkan kami ke bagian.

Ketika saya tes CPNS dulu, pewawancara saya yang kebetulan adalah para wakil dekan, Bu Rika, Pak Adrial dan Buk Netti, pernah menanyakan kepada saya jika seandainya saya diterima, di bagian manakah saya ingin ditempatkan. Waktu itu, saya menjawab dengan realistis: Mikrobiologi. Alasannya, sesuai dengan keilmuan saya: imunologi dan biologi molekuler kedokteran tropis, serta penelitian thesis yang sedang saya kerjakan mengenai HPV dibawah bimbingan dr. Andani -yang juga adalah staf senior di Mikrobiologi. Saya berfikir, Mikrobiologi barangkali akan menjadi tempat yang pas buat saya untuk berkontribusi lebih banyak dan mengabdikan sisa hidup saya sampai pensiun. Pilihan kedua saya adalah Histologi, karena teringat sumbangsih Prof. Ery dari bagian Histologi yang dulu pernah memberi saya rekomendasi sekolah ke luar negeri hingga mendapat LoA di Glasgow University, Manchester University dan Aberdeen University meskipun ternyata belum rejeki karena kesandung kendala beasiswa. Saya masih ingat petuah Prof. Ery ketika pertama kali datang ke kantor beliau mengatakan ingin masuk ke FK dan sekolah ke UK, “Sangat jarang seorang dokter apalagi laki-laki datang ingin bergabung menjadi dosen untuk mengajar. Pilihan kamu sungguh mulia. Kamu adalah orang yang langka.” Bagaimanapun, Prof. Ery dan dr. Andani adalah dua tokoh sekaligus orang tua saya yang sangat saya hormati dan saya kagumi.

Dan setelah akhirnya kami dosen CPNS selesai bertugas di setiap unit yang diamanahkan Pak Dekan, dan ketika Wakil Dekan I, Bu Rika Susanti naik menjadi Dekan, rumah kami di FK Unand akhirnya ditetapkan. Qadarullah, saya ditempatkan di bagian Mikrobiologi melalui sepucuk surat Dekan di Bulan Februari yang saya antarkan langsung kepada Kepala Bagian, Bu Roslaili Rasyid, yang dulu adalah salah seorang dosen tutor kesayangan kami di FK.“Aan? Alhamdulillah.. Ndak manyangko Ibuk Aan kironyo masuak ka Mikro, capek sajo salasainyo yo? Ondeh sanangnyo hati ibuk,” ujar Bu Lili ketika saya menyampaikan surat tugas tersebut. Sejak saat itu, saya resmi bergabung di Bagian Mikrobiologi sebagai anggota keluarga baru.

Di “rumah” kami itu, ada Pak Aziz Djamal Spesialis Mikrobiologi Klinik, dosen mikrobiologi paling senior yang sangat baik dan lembut, yang dengan senang hati menawarkan meja dan kursi di ruangan beliau untuk saya tempati, ada Buk Elizabeth Bahar yang sudah saya anggap nenek sendiri, ada Buk Erly yang bijak dan keibuan, mengingatkan saya dengan almarhum Ibu (ibunda Mama saya), ada dr. Netti Suharti, wakil dekan III yang dermawan dan baik banget, suka ngasih kado apapun buat kami, ada dr. Andani tentunya, bos besar kami, dan kak Linof, kakak konsulen mikrobiologi klinik kami yang terlawak dan tersayang. Di Mikrobiologi juga ada staf pegawai, ada Buk Nunung yang ramah (suka ngasih makanan kalau lagi ngelab, sampai repot-repot membuatin sup buat saya), ada Devi -staf muda yang friendly dan pernah menyaksikan kekonyolan saya menabrak pintu kaca mikro sampai rubuh hingga kami ngakak, hehe, dan dua staf muda handal sekaligus rekan penelitian saya, Siska dan Sekar yang saya tidak tahu bagaimana nasib penelitian saya jika tidak ada mereka. Untuk semua itu, maka tidak adalagi alasan bagi saya untuk tidak bersyukur. Inilah keluarga baru saya, keluarga Bagian Mikrobiologi.

Ketika Corona Datang: Merintis Laboratorium Pemeriksa COVID-19

Usai resmi bergabung dengan keluarga Bagian Mikrobiologi, saya tersadar bahwa tantangan baru saja dimulai. Corona telah dipastikan masuk ke Indonesia, dan info itu membuat grup WA mikrobiologi heboh hingga akhirnya dr. Andani menyampaikan kalimat yang membuat kehidupan kami terutama saya dan kak Linof berubah drastis.

Assalamu’alaikum wr wb
Sehubungan dg perkembangan lab infeksi kita setelah pengumuman kita siap, ternyata pengaruhnya besar.. berbagai tawaran pendanaan bermunculan utk melengkapi fasilitas..semoga fasilitas infeksi yg lengkap dan standar dapat kita capai.. setiap ada kebaikan yg kita tawarkan, akan akan balasan yg diberikan Allah pada kita, asal ikhlas.
Pertaruhan saya berat dalam diagnosis ini, walaupun bekerja dg RNA sudah sering kita kerjakan di HIV, Rota, Influenza.. tapi namanya molekuler kita tdk bisa prediksi..
Saya mengharapkan dukungan penuh staf mikro, terutama Linof dan Aan, karena lab nantinya mereka yg kelola..kita siapkan 3 asisten, Siska, Sekar dan Nofri, 4 mahasiswa S2 biomedik dan 2 mhs S3 biomedik.
Aktivitas ini secara umum aman karena virus langsung dimatikan. Kita tdk melakukan kultur virus.
Pekerjaan ini juga dibentu oleh pak ikhwan dari biomedik karena ybs menawarkan diri..
Semoga semua kegiatan kita lancar dan bermanfaat bagi masyarakat.

Pesan itu membuat saya tertegun. Beberapa hari sebelumnya memang dr. Andani meminta kak Linof, saya, dan teman-teman di Lab Mikro untuk bersiap melakukan rencana ini. Kami akan membuka laboratorium infeksi tepat ketika pandemi datang. Gemetar? Sungguh saya gemetar. Saya seringkali bertanya pada diri sendiri, “Apakah saya layak? Apakah saya mampu?” Perasaan inferior itu selalu muncul, apalagi saat saya masih belajar dari nol. Pak Ikhwan dari Lab Biomedik pun sempat menanyakan hal yang sama, “Aan bisa PCR?”

Mau tidak mau, rencana itu sudah hampir pasti. Laboratorium infeksi itu akhirnya disetujui untuk beroperasi dengan nama Laboratorium Pusat Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi (PDRPI) dan diresmikan secara darurat oleh pimpinan universitas, Dekan FK Unand Bu Rika Susanti, bersama dengan Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno. Kisah pendirian lab itu pernah saya ceritakan di sini, berlokasi di Komplek Fakultas Kedokteran Unand, Jl. Perintis Kemerdekaan No.94 Jati, Kota Padang. Namun perasaan insecure itu kembali muncul, pasalnya Pak Andani memberikan tugas yang tidak ringan buat saya dan tim.

Di lingkungan kerja yang baru ini -Laboratorium PDRPI FK Unand, saya dijadikan sekretaris, penanggung jawab logistik rumah tangga lab, dan ditugasi mengurus data master hasil pemeriksaan COVID-19 hingga membuat laporan rutin. Sementara kak Linof ditugasi menjadi bendahara, mengatur keuangan dan anggaran lab. Pak Ikhwan ditugaskan sebagai wakil kepala lab, mengatur semua teknis pemeriksaan mulai dari kelengkapan sarana prasarana alat laboratorium, reagen, hingga operasional lab seperti SDM analis laboratorium. Bu Yanti -Doktor dari Fak.MIPA yang juga istri Pak Ikhwan, menjadi satu-satunya validator pemeriksaan PCR waktu itu, dan Pak Andani sendiri sebagai verifikator final yang membaca hasil dan menyampaikannya kepada seluruh intansi pengirim sampel. Analis-analis pertama adalah rekan-rekan sepenelitian mikro: Opi, Ibi, Siska, Sekar, Nia, Atta, Dede, Ave, Nofri, Ade, Fauzul, Sisca dibantu oleh kak Juan dan supervisi dr. Dessy dan dr. Hirowati Ali dari Lab Biomedik. Beberapa hari kemudian, saat lab hampir selesai dan akan beroperasi, uluran tangan pun datang, dr. Aliska, teman segenk Capcus kami bergabung membantu di urusan logistik, disusul seminggu kemudian dr. Desmawati datang menawarkan tenaga untuk urusan manajemen SDM, dan dr. Rezvi -mantan mahasiswa kepercayaan dr. Andani didatangkan dari Jakarta untuk membantu urusan manajemen data sampel. Dengan itu, lengkaplah sudah keluarga besar yang kami beri nama Corona Hunter.

Corona Hunter

Kisah seantero 2020 barangkali didominasi oleh kisah saya sebagai relawan Corona Hunter. Ketika lab itu berdiri, semua terasa serba tidak jelas, kecuali satu, komitmen. Kami sudah bersepakat untuk melakukan pemeriksaan dengan sebaik mungkin untuk Sumbar yang selama ini mengirim sampel ke Litbangkes Jakarta. Dengan beroperasinya lab PDRPI, hanya butuh waktu satu hari untuk mendapatkan hasil tes COVID-19. Bulan Maret dan April jumlah pemeriksaan sudah mencapai ribuan, dan kami bekerja siang malam. Mengenai upah atau apalah namanya, tidak ada terlintas di benak. Kesadaran bahwa pekerjaan ini amat mulia sanggup mengalahkan apa saja, karena kita menolong umat manusia. Sungguh, perasaan bangga bercampur bahagia yang tidak dapat dideskripsikan dengan kalimat apapun.

Seperti kata-kata dr. Andani yang selalu jadi lagu sehari-hari, “Saya percaya memberi itu akan mendatangkan rezeki,” adalah benar. Setelah bertahan dengan uang saku sendiri untuk membeli alat rumah tangga lab mulai dari sabun mandi hingga sarapan pagi, tak lama sesudah itu Lab PDRPI mendapat kucuran bantuan dari berbagai macam instansi. Donatur-donatur berdatangan menawarkan pertolongan, mulai dari penyediaan alat pelindung diri hingga konsumsi sehari-hari. Reagen dan alat semuanya dibantu oleh para donatur ini terutama BNPB, diserahkan begitu saja sebagai hibah untuk hadiah akan keberanian dan semangat kami. Insentif dari Pemda menjadi kado manis di awal bulan Mei, dan tawaran kerjasama berdatangan sehingga dr. Desmawati diposisikan sepenuhnya di bagian SDM untuk merekrut analis-analis baru dan mengatur kesejahteraan mereka.

Pada awalnya, saya sama sekali belum mendapat kesempatan bertugas di dalam lab sebagai analis. Setelah satu bulan berjalan, dan tugas-tugas saya sebagian saya bagikan kepada dr. Aliska di bagian logistik dan dr. Rezvi di bagian manajemen data, dan setelah adanya sedikit insiden yang membuat Pak Andani marah di suatu hari, beliau akhirnya menyuruh saya masuk ke lab. Jangan ditanya betapa senangnya perasaan saya waktu itu. Saat perintah itu tiba, sehabis zuhur saya langsung masuk dan memakai seragam APD lengkap untuk bertugas di bagian isolasi RNA. Semenjak itu, saya memanfaatkan waktu sepenuhnya untuk belajar dan membiasakan diri kembali menggunakan alat-alat lab, dan berbagi tugas sebagai analis termasuk di ruangan qPCR dan penerimaan sampel selama berbulan-bulan setelahnya. Saat bulan Ramadhan pun tiba, sehabis sahur dan shalat subuh saya berangkat ke lab, lalu pulang menjelang berbuka bersama keluarga kecil saya di rumah baru kami di Korong Gadang yang senantiasa ridha dan ikhlas dengan pekerjaan saya. Begitupun ketika pemeriksaan pengambilan swab mulai dicoba, saya termasuk orang pertama yang beruntung melakukan pemeriksaan tersebut untuk pasien-pasien di luar sana.

Era New Normal: Sistem Belajar Daring dan Kelanjutan Thesis

Menjelang pertengahan 2020, proses belajar mengajar di kampus mulai kembali menggeliat. Pembelajaran yang semulanya tatap muka, seluruhnya berganti dengan sistem daring. Hal ini membuat para dosen harus beradaptasi dengan sistem baru lewat aplikasi Zoom ataupun yang serupa. Sementara itu, saya diberi kesempatan oleh prodi untuk fokus sepenuhnya di lab PDRPI setelah sebelumnya mengajukan permohonan. Dalam pada itu, dr. Andani meminta saya untuk ikut merancang aplikasi pembelajaran di FK dengan nama SIMFONI (Sistem Informasi Terintegrasi). Bersama dr. Tata -senior saya sekaligus dosen muda dari Bagian Hitologi- yang baru bergabung di lab sebagai analis Lab PDRPI dan mengkoordinir urusan sampel, kami direkrut menjadi bagian dari Tim SIMFONI, yang diketuai oleh dr. Yose dari Bagian Jantung, dan dr. Hendra dari Bagian Bedah. Tugas baru di luar lab pun dimulai. Perancangan aplikasi ini seiring dengan tugas-tugas saya sebagai dosen yang kembali berdatangan dari pimpinan, baik tutorial, keterampilan klinik, dan praktikum Mikrobiologi. Semuanya menggunakan metode daring, dan memang ini adalah pengalaman pertama.

Selain itu, kabar lain juga tiba dari Siska mengenai hasil sekuensing sampel penelitian thesis saya yang alhamdulillah cukup memuaskan. Namun masih banyak sampel yang harus saya kerjakan lagi sementara lab Mikrobiologi sudah sepenuhnya dirombak, sehingga akan sulit direalisasikan. Akhirnya saya beranikan saja untuk membuat laporan kemajuan penelitian thesis, dan alhamdulillah pembimbing pertama saya di UGM Ibu dr. Indwiani mengapresiasi hasil kerja saya di lab selama sepuluh bulan terakhir. Setelah berkonsultasi, saya diperkenankan segera menyusun lengkap draft thesis dengan sampel yang ada saja.

Mengingat masa cuti saya dari perkuliahan UGM sudah berakhir, pada Bulan Agustus 2020 saya akhirnya resmi kembali mendaftar di semester 3 perkuliahan. Ada saja jalan bagi Allah untuk memberi saya rezeki untuk membayar SPP. Alhamdulillah, tabungan dari insentif lab yang saya terima cukup untuk melunasi biaya SPP tersebut. Kemudian di akhir Oktober alhamdulillah thesis S2 saya sudah rampung, dan segera saya kirimkan kepada pembimbing saya Buk Indwiani dan Prof. Widya di UGM. Alhamdulillah, pembibing satu saya sudah ACC untuk mempersilahkan saya untuk segera seminar hasil. Semangat saya semakin tinggi ketika mendengar kabar teman-teman sesama angkatan 2018 di Tropmed selesai seminar hasil dan diwisuda. Mas Dimas, Kevin, Mbak Erna, Mbak Budi, dan Bang Risman resmi menyandang gelar M.Sc. Demikian juga Kak Onie pun telah menyelesaikan studi M.Pd.Ked nya di UI, dan sohib saya Lani selesai pula pendidikan M.Sc-nya di UCL London, UK. Namun, mengingat status saya sebagai CPNS, saya belum bisa ikut ujian di UGM sebelum mengantongi SK tugas belajar yang resmi. Maka dari itu, saya mesti bersabar dulu sambil menanti kapankah saya akan menyelesaikan studi saya di UGM.

Latsar CPNS: Jalan Menuju PNS 100%

Sekitaran bulan Agustus 2020, kabar yang ditunggu-tunggu itu akhirnya tiba. Setelah 17 purnama semenjak SK CPNS kami keluar, kami para CPNS di lingkungan Kemenristekdikti yang kini telah dipindahkan ke Kemendikbud akhirnya akan segera mengikuti latihan pra jabatan atau Latihan Dasar (Latsar) CPNS di akhir bulan itu. Pelatihan itupun dilaksanakan secara daring, berseragam hitam putih, dan dengan jalan duduk manis di depan laptop setiap hari kerja dari pagi sampai sore. Karena butuh kuota internet yang besar untuk Zoom Meeting, saya akhirnya minta izin pulang ke Payakumbuh agar bisa wifi-an di rumah ortu dan terpaksa semi-off dari aktifitas saya di Lab PDPRI untuk sementara waktu, meskipun saya masih tetap mengurus administrasi via WFH (Work From Home).

Latsar CPNS adalah syarat utama untuk mengurus SK PNS 100%. Pelatihannya tidak bisa dibilang sederhana, karena kami setiap hari diberi tugas yang dikumpulkan rutin dan membuat semacam Rancangan Aktualisasi dan mengerjakan rancangan tersebut di tempat kerja masing-masing selama kurang lebih satu bulan. Karena kebetulan saya sudah bertugas di Tim SIMFONI, saya mengangkat tugas tersebut sebagai rancangan aktualisasi di pelatihan ini. Saya kembali ke lab untuk melengkapi laporan aktualisasi tersebut dan alhamdulillah menyelesaikannya di bulan November. Namun dari pada itu, selama Latsar ini, saya mengenal lebih banyak lagi teman-teman baru sesama dosen dari Unand sendiri, dan juga dari universitas lain seperti UNP dan Politeknik Indramayu. Pelatihan yang berkesan ini ditutup dengan seminar aktualisasi saya yang dihadiri langsung secara daring oleh Ketua Bagian Mikrobiologi, Ibunda Roslaili, Coach Mentor saya Pak Agus Mulyana, dan Penguji saya Pak Zainul. Alhamdulillah, hasilnya sangat memuaskan.

Setelah menunggu satu bulan kemudian, sertifikat pelatihan itupun akhirnya tiba. Segera, saya melengkapi syarat-syarat pengurusan SK PNS termasuk surat keterangan Medical Check Up dan berkas-berkas yang lainnya. Berharap semoga Allah memberikan kemudahan dalam urusan ini dan upaya saya untuk segera wisuda S2 dapat terwujud.

Akhirnya, kisah itupun menjadi penutup upaya dan cerita saya di tahun 2020, ketika di awal tahun lalu saya berencana: lulus PNS 100%, dan wisuda S2 di UGM. Biarpun begitu, saya yakin Allah punya rencana lain untuk saya, termasuk di tahun 2021. Satu hal yang sangat saya syukuri di tahun 2020 adalah, saya senantiasa bersama dengan Yaya dan Rayya setiap hari, mengajak mereka bertualang keliling Kota Padang dan beberapa tempat di Sumatera Barat dalam suasana pandemi, lalu menyaksikan Rayya tumbuh menjadi gadis cilik yang mengagumkan dan membuat saya berarti lebih dari yang pernah saya rasakan. Alhamdulillah ‘ala kulli hal.

Rencana di 2021

Jika nafas ini masih ada sepanjang tahun 2021, maka saya hanya ingin bisa menaikkan level kehidupan ini menjadi lebih berarti. Dulu ketika saya berniat mendaftar tes CPNS untuk posisi dosen, satu-satunya yang ada di benak saya adalah untuk mengumpulkan amal jariyah untuk bekal hari esok: Ilmu. Saya tidak minta apapun selain ilmu yang bermanfaat sebagai bekal utama untuk pemberat amal ibadah di yaumil mizan nanti. Masalah harta, dan kedudukan bukanlah prioritas, melainkan sejauh mana cukup untuk hidup dan bersedekah. Oleh sebab itu, di tahun 2021, saya ingin sekali segera menyelesaikan studi S2 saya di UGM dan menulis beberapa artikel penelitian. Saya mesti belajar giat untuk memahami caranya meneliti, menulis, publikasi, dan tentu saja sebagai dosen Mikrobiologi, saya juga harus belajar lagi tentang ilmu kedokteran dasar dan praktek lab mikrobiologi.

Jika Allah memberi saya rezeki, saya sejatinya juga ingin lanjut S3. Entah dimana tempat tujuannya, saya hanya bisa pasrah dan sesekali merencanakan sebatas kemampuan saya. Tapi jika boleh memilih, saya ingin mendalami ilmu Bioinformatika lebih dalam lagi, syukur-syukur dapat beasiswa ke luar negeri seperti cita-cita saya yang masih terpendam sunyi. Mewakafkan hidup untuk ilmu pengetahuan bukanlah berarti hal yang buruk, bukan? Meskipun saya dokter, dan sudah lama tidak praktik lagi, fokus saya di 2021 barangkali akan lebih bersifat akademis. Keinginan untuk menjadi spesialis tetap ada, terutama ketika Buk Lili menasihati saya agar mengambil Spesialis Mikrobiologi Klinik menemani Kak Linof sementara Pak Aziz dan Buk Erly akan segera pensiun. Namun, barangkali rencana itu masih jauh, karena studi spesialis tidaklah mudah dan sebentar. Mungkin, lima atau enam tahun lagi, setelah selesai S3, jika Allah masih berkehendak, siapa tahu. Let Allah do the rest.

Akhirnya, 2020 mengajarkan saya banyak hal, terutama masalah pendewasaan. Saya ingin mengingatnya, bahwa sabar dan syukur adalah kunci kebahagiaan hidup.

“Sungguh menakjubkan urusan seorang Mukmin. Sungguh semua urusannya adalah baik, dan yang demikian itu tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali oleh orang Mukmin, yaitu jika ia mendapatkan kegembiraan ia bersyukur dan itu suatu kebaikan baginya. Dan jika ia mendapat kesusahan, ia bersabar dan itu pun suatu kebaikan baginya.” (HR. Muslim)

Wallahu’alam.

2 thoughts on “2020 in Flashback

  1. Lailaturrahmi

    Masya Allah, keren An, banyak amalnya di masa pandemi ini. Insya Allah bidang yg sedang Aan tekuni ini prospeknya bagus di masa depan, baik untuk diteliti dan dipublikasikan. Semoga Allah bukakan jalan terbaik untuk doa-doanya, aamiin

    Liked by 1 person

Give a comment