Jakarta, Sebuah Momen Singkat

Mungkin terkesan begitu tergesa-gesa, perjalanan ke Jakarta itu pun hanya berlangsung selama 24 jam. Seusai menghadiri kuliah pembekalan untuk exit exam, dari pagi hingga siang hari, Rabu itu pun saya berkemas-kemas, memasukkan dokumen-dokumen wajib yang dibutuhkan untuk mengurus visa perjalanan. Inilah visa pertama yang saya urus, visa untuk mengikuti kegiatan student exchange yang insya Allah akan dijalani bulan Maret depan di belahan Eropa sana, Italia. Semoga Allah meridhoi. -Amin 🙂

Sebuah flashback ketika memutuskan untuk mengikuti kegiatan pertukaran mahasiswa kedokteran internasional ini, mungkin yang pada awalnya seperti mimpi yang entah kapan terwujud. Hanya Allah yang tahu rahasianya. Tak pernah terbayangkan sebelumnya. Ketika hanya terlintas sebagai niat selepas koas, niat sebelum benar-benar akan menuntut ilmu di luar negeri, namun Allah memberikan jalan melalui sebuah peluang dari salah satu UKM di fakultas saya bernama CIMSA (Center for Indonesian Medical Students’ Association).

Singkat cerita, akhirnya saya menerima ‘tawaran’ dari CIMSA untuk mengikuti kegiatan pertukaran mahasiswa kedokteran sedunia ini, tentunya setelah berkonsultasi mendalam dengan orang tua hingga para dosen. Meskipun saya tak memiliki cukup dana untuk mengikuti kegiatan ini, karena kegiatan pertukaran mahasiswa dari CIMSA ini membutuhkan dana pribadi, tapi karena semangat dan dorongan dari kedua orang tua dan orang-orang di sekitar sayalah yang membuat saya membulatkan tekad untuk mengikuti kegiatan ini, hingga saya pun mulai menyiapkan proposal dan mencari dana kesana kemari.

Apa yang membuat saya termotivasi? Mungkin banyak hal, dan salah satu diantaranya adalah pengalaman hidup untuk masa depan, beradaptasi dengan dunia global, demi impian-impian besar saya dikemudian hari. -Semoga Allah ridho -Amin 🙂

Kembali ke cerita saya ke Jakarta kemarin lusa. Bermula dari searching di internet tentang bagaimana mengurus visa di Italy, akhirnya saya menemukan situs vfs global, semacam lembaga khusus untuk mengurus visa perjalanan ke negara-negara di Eropa wilayah Schengen, termasuk Italy. Setelah membaca-baca dan mempelajari jenis visa yang akan diambil, saya pun membuat tanggal pertemuan tepat pada tanggal 29 Januari 2015. Itupun seperti terkesan cukup terlambat karena berbagai hal. Ditambah lagi dengan kesibukan persiapan exit exam yang cukup menguras pikiran. Saya hanya takut tak dapat mempersiapkan diri maksimal ketika ujian karena sibuk mengurus exchange ini, semoga Allah memberi kemudahan. -Amin 🙂

Akhirnya tiket pesawat pun langsung saya booking sekitar satu minggu sebelum keberangkatan, alhamdulillah dapat yang lumayan, seharga Rp 540.000 pergi dan Rp 520.000 pulang, tentunya dengan diskon khusus dari ante yang kebetulan seorang agen tiket pesawat. hehehe..

Akhirnya saya berangkat selepas kuliah tambahan di hari Rabu itu, 28 Januari 2015 sekitar pukul 16.30 ba’da shalat Ashar. Sore yang teduh di kota Padang itupun berakhir dengan take off-nya pesawat yang saya tumpangi sekitar pukul 17.50, sebelum azan magrib menjelang. Cahaya sunset pun menghiasi langit Padang di atas Samudera Hindia yang menawan hingga perlahan matahari pun tenggelam. Tentu saja, saya memilih duduk di dekat jendela pesawat, lokasi favorit ketika di pesawat. Hehe. -Alhamdulillah habis di-check in-in sama ante, saya mendapati tempat duduk di dekat jendela-. Dan Bismillah.. pesawat pun terus melaju kencang di atas langit malam yang sempat dihiasi awan hitam dan petir menyambar, agak mencekam juga ketika pesawat tiba-tiba berguncang dan mendengar pengumuman dari kokpit pesawat yang mengatakan kita sedang terbang di cuaca yang buruk. Mungkin sedang badai di luar sana. Semoga tak terjadi apa-apa. Agak parno juga setelah berita pesawat jatuh yang selalu diulang-ulang media televisi beberapa waktu yang lalu. 😥

Alhamdulillah.. Akhirnya badai telah berlalu dan pesawat pun mendarat di Jakarta sekitar pukul 19.20 WIB. Yey! Akhirnya kembali melihat Jakarta setelah lebih kurang 3 tahun tidak berjumpa. -teringat terakhir ke Jakarta tahun 2012 lalu saat ikut acara Temilnas di Jogjakarta.- 😀

Setelah turun dari pesawat, saya pun mengambil bis DAMRI jurusan Terminal Depok. Setelah menunggu sekitar 15 menit di tengah hujan gerimis, dengan membayar Rp 50.000,- pun saya pun duduk melepas penat sembari bersandar di kursi penumpang yang empuk itu. Hanya ada sekitar 7 orang di atas bis tersebut, membuat suasana agak sepi dalam perjalanan, sementara saya hanya sendirian ditemani sebuah tas sandang dan satu bungkus oleh-oleh khas Payakumbuh untuk tanteku di Citayam, Depok. Ya. Kesanalah tujuanku.

Dua jam berlalu mengitari kota Jakarta yang dihiasi lampu-lampu benderang dari gedung-gedung pencakar langit kota Metropolitan ini. Mungkin baru kali ini saya melihatnya di malam hari. Ckck. Maklum, anak kampung masuk kota. Hehe. Hingga akhirnya saya mendarat mulus di terminal Citayam sekitar pukul 10.00 WIB. Jauh juga. Tentu saja setelah sempat menikmati macetnya jalanan Jakarta. Dari terminal Citayam saya sudah disambut oleh sang ante pelipur lara yang sudah lama tak bersua, hehe. Adik sepupu saya pun turut menunggui saya yang datang jauh-jauh dari kampung halaman. Setelah cipika cipiki dan kangen-kangenan -tentunya-, saya pun naik ‘angkot 05’ ke stasiun Citayam dan berjalan kaki ke komplek perumahan ante.

Jakarta di malam hari (sumber: http://cdn.travelwireasia.com/)

Rumah ante pun berada tak jauh dari stasiun. Sebuah rumah layaknya -lesehan bambu- yang begitu damai, tenang dan sejuk, di pinggir sebuah danau buatan dan dikelilingi pepohonan rindang yang masih sangat alami. Berasa lagi di vila. Ya, rumah anteku yang satu ini benar-benar khas. Di antara ribuan rumah permanen yang menyesak di Citayam ini, mungkin inilah satu-satunya rumah berdinding kayu dan bambu yang masih sangat terawat. Benar-benar alami. Maklum saja, om saya adalah seorang aktivis pencinta lingkungan, dulunya beliau Ketua Mapala UI, yang bener-bener pecinta alam dan banyak meraih penghargaan di bidang lingkungan, bahkan sempat hadir di acara Hitam Putih nya Om Dedy Corbuzier belum lama ini. 🙂

Meski sudah larut malam, akhirnya saya melepas rindu dengan keluarga ante di Citayam, ada ante, om, sepupu perempuan saya yang masih belum tidur, dan dua adik sepupu laki-laki saya yang sudah tertidur lelap. Tentu saja ada atuak dan enek. Ya Allah.. akhirnya saya ketemu dengan mereka.

Hanya berlalu satu malam, sesuatu yang sangat menyedihkan, tapi apa dapat dikata, setidaknya saya sudah melepas rindu dengan mereka. Keesokan harinya tibalah saatnya saya berangkat menuju Jakarta. Jadwal antrian saya tertera pukul 8-9 pagi, di kantor pengurusan visa tepatnya Kuningan City Mall, Jakarta Pusat. Tentu saja saya harus berangkat dari Citayam pagi-pagi hari sekali. Setelah menyantap sepiring nasi putih dengan ikan nila goreng balado, sayur buncis hati ayam dan tempe goreng balado spesial super lezat buatan ante, saya pun akhirnya harus berpisah dan pamitan dengan ante, adik-adik, atuak dan enek, kemudian berangkat berdua dengan Om ke Jakarta. -so sad too early to leave- 😥 Thank you for everything!!

Setelah pamitan, foto-foto kangen dan cipika-cipiki, akhirnya saya dan Om pun memulai perjalanan by foot dengan menyusuri kembali jalanan sempit di komplek perumahan ini, hingga kami pun sampai di stasiun Citayam pukul 06.30. Om yang membayarkan tiketku, dan memberiku sebuah kartu elektronik commuter line alias KRL. Inilah pertama kalinya saya menaiki KRL di Kota Jakarta yang luas ini. Ckck. Tak perlu menunggu lama, KRL pun siap mengantar ribuan penumpang setiap 10 menit. Jangan heran, KRL di Jakarta ini tak pernah kosong ketika pagi hari, sesak oleh penumpang yang ingin berangkat kerja di kota. Saya pun mengikuti langkah om menaiki KRL yang sesak oleh penumpang itu. Hingga akhirnya kami beralih kereta di Stasiun Depok.

Setelah sejam di dalam kereta, akhirnya kami sampai di Stasiun Tebet. Di sini kami pun turun dan keluar dari stasiun menuju jalan raya. Om pun memutuskan agar naik ojek ke Kuningan City Mall, dan yeah! Bebas macet ditengah semrawutnya kemacetan. Hehe. Itulah pertama kalinya saya naik ojek di jalanan Kota Jakarta. Haha.

Dari belakang, saya pun menikmati macetnya jalanan plus polusi udara kota Jakarta. Wkwkwk. Namun, tukang ojeknya emang udah ahli bangetlah. Tahu dimana jalan-jalan tikus dan teknik-teknik menerobos kemacetan. Walaupun terkadang terpaksa harus lewat di trotoar. Ckck.. -atas nama terpaksa, apa boleh buat-. ckck.

Alhamdulillah, akhirnya sampai juga di Kuningan City Mall pukul 07.45. Mall yang gede banget, sepertinya diisi oleh orang-orang kaya semua. Jangan berharap ada yang murah di sini. Ckck. Setelah diantar oleh om, akhirnya om pun pamit untuk berangkat kerja, sekaligus pamit sebelum saya kembali ke Padang. Tentu saja saya tak lupa berucap terima kasih banyak pada beliau, yang telah rela menemani dan mengantar saya sampai di tempat pengurusan visa tepat waktu, dan tentu saja, mengajak saya menikmati pengalaman-pengalaman baru di Jakarta. -Terima kasih banyak om. 🙂

Di dalam gedung tempat pelayanan visa inilah, saya belajar banyak pengalaman, ketika menunggu antrian, wawancara, penyerahan berkas hingga sidik jari. Cukup banyak juga yang mengantri disana, -kebanyakan kalangan menengah ke atas, ckck- tapi tetap, terkesan teratur dan sangat berbeda dengan ketika saya mengurus paspor di kota Padang, yang ramainya minta ampun. Di ruangan yang besar, petugas yang sangat ramah, membuat prosesnya alhamdulillah lancar dan tidak boros waktu. Setidaknya sudah ada gambaran bagaimana caranya mengurus visa sendiri suatu hari nanti, ternyata tidak sesulit yang dibayangkan.

Akhirnya, sesi pembuatan visa paspor pun selesai sekitar pukul 11.00 WIB. Saya pun akhirnya menghabiskan waktu untuk berkeliling Kuningan City just by foot, ckck, agak mustahil kalau naik kendaraan karena macet dan tak tahu kemana tujuan. Untungnya di sekitar sana ada pusat perbelanjaan, yang menjual berbagai macam barang yang kebanyakan barang elektronik, pakaian dan sepatu. Ckck. Sudah capek berkeliling mencari oleh-oleh untuk orang di Padang, sepertinya gak ada yang irit di kantong. ckck. Yah, Jakarta lah namanya.

Setelah shalat, makan siang, dan membeli beberapa keperluan, sekitar pukul 15.00 WIB saya pun menaiki taksi menuju terminal Gambir dan berangkat ke Bandara Soekarno Hatta dengan Damri. Agak berat hati meninggalkan Jakarta secepat ini, karena masih ingin berkumpul dengan keluarga yang sudah lama tak berjumpa di Depok, tapi apa boleh buat, tak ada banyak waktu untuk berlibur saat ini. Masih ada kewajiban untuk prepare menghadapi exit exam. Mungkin di lain waktu saya akan kembali lagi ke Kota ini. Tentunya, dengan suasana berbeda. Setidaknya saya sudah lebih mengerti dengan urusan bandara, KRL, bis dan teman-temannya, haha, -yang sebelumnya katrok banget- Insya Allah. Pengalaman singkat di Jakarta yang lebih mendewasakan, insya Allah, meskipun harus berakhir ketika pesawat pun kembali take off  pukul 20.45 WIB dan mendarat kembali di Padang Kota Tercinta Pukul 22.00 WIB. Alhamdulillah.

4 thoughts on “Jakarta, Sebuah Momen Singkat

Give a comment