Setapak Langkah Menuju Eropa #Italychronicles – Part 1

Senin, 2 Maret 2015. Pagi itu begitu bercahaya, menatap setiap mata yang berbinar-binar di pelupuk mata. Aku tak tahu apakah kedua orang tuaku akan bersedih melepasku pergi ke benua yang berbeda. Tapi aku tak melihat itu melainkan wajah-wajah penuh harap. Bahkan nenekku jauh-jauh membelikanku dua bungkus keripik sanjai dari Bukittinggi hanya untuk menyampaikan kecupan hangatnya di keningku. Di sanalah aku terharu, melihat begitu harapnya mereka padaku. Akankah ku mampu? Selalu itu yang terlintas di benakku. Dan inilah momen ketika hendak berpisah dengan orang-orang yang amat ku cintai, demi mencari setetes ilmu dan pengalaman di dunia berbeda, mengikuti medical student exchange ke Italy, selama satu bulan, insya Allah.

Dan alhamdulillah, pesawat itupun terbang menuju langit biru meninggalkan hamparan tanah kehijauan berbukit-bukit nan elok, di bawah kemilau sinar mentari tengah hari yang kian menyengat. Ku melangkah meninggalkan kampung halamanku Padang, menuju suatu negeri antah berantah yang tak pernah ku bayangkan sebelumnya. Eropa. Can I really meet you tomorrow?

Jarum jam pun terus berdetak, tak peduli apa yang terjadi. Tak kusangka aku telah menginjakkan kaki di pulau Jawa. Melihat ribuan orang berlalu lalang, dan tak sedikit terlihat tergesa-gesa, aku pun tetap semangat mendorong troli yang bertumpuk dengan tas dan koper seberat puluhan kilo, ditambah dua bungkus keripik sanjai Nenek yang mengobati rasa laparku seharian. Hingga akhirnya mentari pun terbenam tanpa malunya, aku pun menaiki pesawat menuju Eropa.

Itulah pertama kalinya aku bertualang ke negeri yang berbeda, dengan sedikit rasa cemas dan bahagia, ku mencoba kembali menata-nata niat di dalam dada. Bismillahirrahmanirrahim, innallaha ma’ana, laa hawla walaa quwwata illa billah.

Aku terbang!

Jakarta – Frankfurt, itulah perjalanan awalnya. Sebelum pesawat yang membawaku terbang menuju Frankfurt, mereka membawaku ke Kuala Lumpur, Malaysia. Rupanya pesawat yang ku tumpangi harus transit sementara, menaik dan menurunkan penumpang dan membongkar muat bagasi disana. Perjalanan dari Bandara Soekarno-Hatta di Jakarta sekitar pukul 20.45 hingga pukul 23.00 alhamdulillah berjalan dengan lancar, butuh waktu sekitar 1 sampai 2 jam untuk transit di Kuala Lumpur International Airport (KLIA).

Hal yang pertama kali ku cari adalah, sinyal wifi! Hehe. Aku langsung mengirim pesan pada kedua orang tuaku mengenai keberadaanku, alhamdulillah selamat sampai di Kuala Lumpur. Namun momen-momen itu harus berhenti ketika pesawat akan segera berangkat menuju Frankfurt pukul 24.00. Dan ya, meskipun menumpangi pesawat yang sama akupun sekarang bertemu dengan orang-orang yang berbeda. Perawakan tinggi, rambut pirang kuning kecoklatan, mata biru dan kulit yang amat putih terlihat mendominasi. Beberapa di antara mereka pun ada yang berkulit hitam, berambut keriting, ada pula yang bermata sipit berambut hitam lurus, dan lain sebagainya. Aku mulai merasa, dunia ini tak sesempit yang kukira.

Butuh tiga belas jam perjalanan dari KLIA menuju Frankfurt, Germany. Ruang pesawat yang luas itupun disesaki ratusan penumpang. Aku mendapat tempat duduk di tengah-tengah, agak sedikit tidak nyaman. Terutama ketika hendak buang hajat dan semacamnya, harus minta ijin dengan orang yang duduk di sebelah untuk bisa lewat. ckck.. Tentu saja dalam bahasa Inggris..ckck. But it’s okay, di atas pesawat selama itu kami disuguhi dua kali menu hidangan makanan, alhamdulillah saya sudah dipesankan muslim meal oleh da Yal, urang awak yang sangat membantuku menyusun jadwal perjalanan ke Eropa. Selain itu juga disediakan headset dan layar sentuh di depan tempat duduk yang menyuguhi ratusan film terbaru hingga film klasik, musik, radio, televisi dan lain-lain, serta selimut dan bantal untuk beristirahat.

Tak berapa lama, aku pun tertidur pulas di atas pesawat besar itu. Sesekali mataku terbangun di tengah malam yang sungguh panjang itu. Sudah lebih dari 15 jam ku tak melihat matahari. Mungkin itulah malam terpanjang yang pernah ku alami. Hingga akhirnya ku terjaga ketika melihat langit yang tadinya hitam kelam mulai terlihat membiru. Ku pikir matahari akan segera muncul, dan itulah tanda satu-satunya bagiku untuk memulai shalat subuh.

Tak berapa lama, sang surya mulai tampak di balik jendela pesawat. Pesawatpun mulai turun ke daratan. Dan ketika ku melihat sekelilingku, tak terasa perjalanan telah berlalu begitu lama, hingga akhirnya pesawatku mendarat dengan selamat di sebuah lapangan udara yang sangat luas dan super modern. Ya, ini bukan mimpi. Kali ini, aku telah jauh melangkah. Ini Eropa! Ya Allah.

Dengan terbata-bata kaki ku melangkah menuju tanah Eropa. Udara dinginnya begitu menusuk hingga ke dada. Ya Allah, entah berapa kali aku terucap-ucap nama-Mu ketika ku tiba disana. Meski malu namun tak sadar mata itu terasa berkaca-kaca. Alhamdulillah, maka nikmat Tuhan mana lagi yang kamu dustakan. Sekarang, Allah pun membawaku ke Frankfurt, Jerman!

07.30 waktu Frankfrut, 13.30 waktu Indonesia barat, alhamdulillah aku telah menginjakkan kaki di sebuah kota metropolitan pusat bisnis dan ekonomi di Jerman, yakni Frankfurt. Di tempat ini akupun akhirnya bertemu dengan Da Yal, urang awak yang telah sangat berjasa memberikan kemudahan dalam mengurus perjalanan ke Eropa. Kami pun beranjak menuju salah satu kedai Eropa di bandara Frankfurt ini yang menjual aneka macam makanan, dan beliau mentraktirku dengan makanan sambutannya. Sebuah roti isi coklat ukuran jumbo dan segelas hot chocholate. Ya, mungkin sudah saatnya aku beradaptasi dengan makanan orang Eropa yang serba roti dan coklat ini. 🙂

Da Yal sudah begitu lama tinggal di Jerman, sekitar 20 tahun lamanya. Beliau adalah orang asli Padang yang menikah dengan wanita jerman dan berkeluarga di Jerman. Beliau membagiku banyak pengalaman hidup di Jerman, bagaimana tinggal jauh dari kampung halaman, dan berinteraksi dengan orang-orang di Jerman. Bahasa Jerman beliau sudah sangat fasih, aku tak perlu ragu lagi meski harus pergi kemana-mana di Frankfurt jika ada beliau. Hingga momen itupun berlanjut dengan obrolan ringan dan penuh inspirasi.

Sebelum beranjak melanjutkan perjalanan, aku pun menikmati momen sekitar beberapa jam di Frankfurt International Airport ini sebelum pesawatku selanjutnya terbang sekitar pukul 11.45 ke Milan, Italy. Momen transit ini pun ku manfaatkan untuk berkeliling di bandara tersibuk di Jerman ini. Bandaranya sangatlah luas, dilengkapi dengan sistem transportasi monorail tanpa kendali, alias otomatis. Berangkat setiap beberapa menit dengan sendirinya, sungguh canggih. Ratusan rute perjalanan pun berlangsung di sini. Seandainya Indonesia mampu membuat hal semacam ini, ah.. akupun jadi membanding-bandingkannya dengan negeriku. Hingga akhirnya momen itu pun berlalu begitu cepat, ketika ku harus berpisah dengan da Yal untuk melanjutkan penerbangan menuju Italia. Dengan sebuah harapan dan doa, semoga Allah meridhoi setiap langkahku yang mungil ini. Dan akhirnya, akupun melanjutkan penerbanganku ke Milan, Italy, dan berharap perjalanan ini diridhoi dan dimudahkan dalam setiap langkahnya. Amin ya Rabbal ‘alamin… 😀

#to be continued.

4 thoughts on “Setapak Langkah Menuju Eropa #Italychronicles – Part 1

  1. Rizka Aganda Fajrum

    Banyak teman2 lain yg exchange juga pergi ke Eropa, tp entah kenapa, perjalanan Aan knapa trasa penuh syukur sekali, subhanallah Aan, Maka nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan, selalu terharu bahagia baca tulisan aan, aan sangat berbakat.. sungguh, senang bisa berkawan dengan aan yg luar biasa di mata kami para sahabat.. ^^

    Like

    • Sandurezu サンデゥレズ

      Alhamdulillah wasyukurillah ika.. makasi banyak ikaa.. teman2 semua juga telah banyak menginspirasi aan ka.. termasuk ika.. 🙂

      Like

  2. Ami

    Masya Allah, keren, An, menempuh perjalanan sejauh itu. Berasa culture shock nggak, An, pas baru sampai di Frankfurt? Soalnya keadaan di sana beda jauh dengan di Indonesia.

    Like

Give a comment