Awal Masa Depan

Bismillah.. Tiba-tiba saja saya memikirkan sesuatu beberapa menit yang lalu. Menceritakan sebuah episode perjalanan masa depan yang baru saja dimulai. Mungkin cerita pengalaman hidup sempat mengisi beberapa lembaran blog yang sederhana ini, namun, ada kalanya cerita-cerita itu selayaknya saya tuliskan agar bisa menjadi suatu kisah perjalanan hidup yang dapat dikenang. Lagipula, hidup ini terus mengalir hingga suatu saat berhenti dengan sendirinya, right?

Dan inilah kisah saya membuka pintu masa depan itu. Masa setelah perjuangan panjang menjadi seorang dokter. Dan di episode kali ini saya ingin sedikit berbagi pengalaman selama menjadi dokter Internsip. Semoga saya masih diberikan waktu untuk menuliskannya.

Nyaris satu tahun yang lalu, di bulan November 2015, perjalanan itu dimulai. Kota Payakumbuh, sebuah kota kecil di Sumatera Barat, kampung halaman saya sendiri, menjadi tempat awal mula perjalanan itu. Ya, disanalah saya mendapatkan amanah untuk menjalankan profesi ini, tepatnya di Rumah Sakit Umum Daerah Adnaan WD Payakumbuh, dan juga Puskesmas Payolansek. Dari delapan belas dokter yang ditugaskan menjalani internsip di tempat itu, kami dikelompokkan menjadi tiga grup. Saya sendiri, setelah diamanahkan menjadi ketua rombongan ketika itu, berada di grup kedua, bersama lima orang sejawat lainnya. Grup kami mendapat tugas dinas perdama di ruang rawat inap, sementara grup pertama di Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan grup ketiga di Puskesmas Payolansek. Artinya, 12 orang dokter bertugas di RSUD, dan 6 orang lainnya di Puskesmas, dan setiap grup akan melalui dinasnya selama  4 bulan di tempat masing-masing.

Beruntung, dua pendamping kami di Rumah Sakit, dr.Dila dan dr.Ezi sangat baik, beliau berinisiatif untuk membagi jadwal dinas kami di rumah sakit menjadi beberapa shift. Satu kali sebulan, grup saya dan grup pertama berganti posisi, satu bulan di rawat inap, kemudian satu bulan di IGD, begitu seterusnya. Dengan jadwal dinas seperti ini, kami juga tidak terlalu kelelahan, karena menurut penuturan keduanya, IGD RSUD Adnaan WD benar-benar sangat ramai oleh pasien. Jika berdinas selama 4 bulan berturut-turut di IGD, beliau khawatir kami semua akan jatuh sakit. Wkwk. Hal itu akhirnya membuat saya penasaran, sekaligus, deg-degan.

Dahlia, menjadi ruang rawat inap pertama tempatku bertugas. Bangsal Dahlia ini terletak di bahagian tengah rumah sakit, agak ke belakang. Di tempat ini terkhusus untuk rawat inap pasien-pasien penyakit Paru, Saraf, dan beberapa pasien Penyakit Dalam. Namun sejatinya, Dahlia hanyalah satu di antara beberapa bangsal yang ada di RSUD Adnaan WD. Bangsal lainnya antara lain: Teratai -persis di sebelah Dahlia, untuk pasien Bedah, Mata dan THT; Melati -di depan kedua bangsal itu, untuk pasien Anak dan Perinatologi; Mawar -ruang paling pojok belakang, khusus untuk pasien kebidanan; Cempaka 1 dan 2 -yang berada terpisah jauh dari keempat bangsal lainnya, tepatnya di sebelah poliklinik, untuk pasien Penyakit Dalam, Jantung dan Kulit. *Nama-nama bangsalnya memang cantik ya, diambil dari nama-nama bunga yang indah. 🙂 Di bangsal itulah kami berenam satu kelompok dibagi satu per ruangan.

Selain itu, terdapat satu ruang ICU persis di belakang IGD, yang terdiri dari 4 bed saja *yang sering sekali penuh, dan ruangan lainnya, tentu saja, Poliklinik, Apotik, Laboratorium, Radiologi, dan lain sebagainya. Kondisi bangunan RSUD Adnan WD kala itu masih dalam tahap renovasi, dan tengah berlangsung pembangunan gedung besar empat lantai yang rencananya akan dilengkapi dengan fasilitas ICU, PICU, HCU dan lain sebagainya. Dan yang jelas, di RSUD ini tidak ada yang namanya kelas VIP. Hehe. Dulu sempat ada, tapi sekarang telah berubah menjadi bangsal Mawar semenjak pembangunan gedung besar tadi. Kelas ruangan yang tersedia yakni kelas Utama (kelas paling VIP rasanya, tapi tetap bukan sekelas VIP, meski satu orang satu kamar), Kelas I (2 orang satu kamar), II (4 orang) dan III (6 orang).

Kembali ke Dahlia. Di hari pertama masuk di bangsal itu, tentu saja ada perasaan sedikit deg degan. Meski telah berkenalan singkat dengan seluruh staf rumah sakit di masa-masa orientasi satu minggu sebelumnya, tentu saja, saya harus tetap memperkenalkan diri kembali. Masuk dari pintu samping khusus petugas, saya kemudian bertemu dengan perawat-perawat yang bertugas di sana. Beberapa di antaranya tampak sedang serius, sebagian lagi tersenyum menyapa. Meski agak kikuk, semuanya alhamdulillah berjalan lancar, dan di hari-hari berikutnya saya mulai bisa mengakrabkan diri. Perawat di Dahlia rupanya periang dan suka bercanda, membuat saya cukup betah. Selain itu, saya sangat lega ketika di ruangan dibantu oleh dokter jaga tetap yang sudah bekerja di sana. Merekalah tempat bertanya yang paling baik jika kami mengalami keraguan.

Mengenai tugas kami di bangsal, setelah beberapa hari menjalaninya, mungkin bisa dibilang sebagai tangan kanan dokter spesialis. Ketika pasien rawatan masuk dari IGD ataupun dari Poliklinik, akan ada status rekam medik baru setiap hari. Dan tugas kami adalah mengisi setiap status itu dengan sempurna. Pagi-pagi sekitar pukul 8 pagi, dokter spesialis sebagai dokter penanggung jawab pasien akan visite ke ruangan masing-masing, tentu saja, didampingi oleh dokter jaga dan dokter internsip. Usai visite pasien, dokter spesialis biasanya akan duduk di konter perawat dan mengisi lembaran follow up dan terapi yang akan diberikan. Beberapa spesialis meminta bantuan dokter jaga dan dokter internsip untuk mengisi status follow up tersebut, jika ada yang kurang, beliau-beliau sendiri yang akan melengkapinya. Begitu pula ketika pasien diperbolehkan pulang, kami bertugas untuk mengisi resume pulang dan terapi pulang yang diberikan. Tentu saja, setiap pasien akan ditulis resepnya setiap hari, dan itu juga tugas kami di ruangan. Di Dahlia sendiri, jumlah pasiennya juga beragam, jika sedang ‘musim’, hehe, pasien bisa mencapai 30 orang, dan jangan ditanya betapa banyaknya tinta pena yang habis terpakai untuk menulis status dan resep setiap hari. Cukup melelahkan untuk menulis. Namun, selain mengisi status dan membuat resep harian, saya juga bertugas untuk memantau kondisi pasien yang butuh tindakan segera jika terjadi sesuatu. Di awal-awal dinas, kami masih dibantu oleh dokter jaga PNS dan kontrak yang bertugas, namun semakin ke belakang, jika telah mahir, kami berhak memberikan terapi sendiri dan langsung berkonsultasi dengan dokter spesialis via telepon.

Namun, dari segala pengalaman pertama di rumah sakit ketika itu, meskipun pada awalnya saya ditempatkan sebagai dokter jaga di ruang rawat inap, memang banyak pengalaman baru yang saya rasakan. Terutama, melatih sense of responsibility terhadap pasien. Apapun bisa terjadi ketika dalam perawatan. Tiba-tiba menjadi gawat hingga tiba-tiba apnoe, cardiac arrest, dan meninggal. Dokter tentu saja menjadi penanggung jawab utama terhadap apa saja yang terjadi dengan pasiennya. Oleh sebab itu kita mengenal istilah DPJP, Dokter Penanggung Jawab Pasien. Namun, kami beruntung masih dibantu oleh dokter umum yang telah berpengalaman, dan sesekali mendapat bimbingan cuma-cuma dari spesialis yang merupakan DPJP pasien yang bersangkutan. Terlebih lagi dengan ilmu medis seperti yang saya pakai ketika itu, yang merupakan ilmu praktis (practical). Jika tidak digunakan, ilmu itu dengan mudahnya akan menguap, begitulah sifatnya. Jadi, tidak perlu naif ketika kita terkadang lupa dosis obat, lupa sediaan, karena spesialis pun kadang-kadang demikian jika sudah jarang terpakai. Oleh sebab itu, apa yang ku pelajari di kampus dulu benar-benar nyata, dokter adalah belajar sepanjang hayat, long life learning.

Selain pengalaman medis, tentu saja, pengalaman kerja adalah hal yang sangat penting. Selama bekerja, kita akan terlibat dalam interaksi antar sejawat, baik dalam satu profesi maupun berbeda profesi. Seiring waktu berjalan di awal mula dinas, hawa-hawa nuansa kerja itu sudah terasa. Rupanya, dunia kerja itu tidak sesimple seperti apa yang kita lihat dan kita pikirkan. Semua tidak akan berlalu dengan mulus begitu saja. Sesekali pasti akan terbentur, salah paham, miskomunikasi, tersinggung, dan sebagainya. Mungkin, di awal-awal masa dinas itu, dimana masa-masa adaptasi saya dengan lingkungan baru, rasa semangat yang menggebu mulai terkontaminasi oleh keadaan. Namun, saya berusaha meyakinkan diri bahwa itu adalah hal yang lumrah, dan memang ternyata perlu taktik tertentu untuk memanage nya. Seperti kata ayah, “setiap orang punya kepala, dan tidak semua orang akan sejalan dengan kita, ataupun sebaliknya. Pandai menempatkan posisi dalam masyarakat, itulah seni dalam bertata krama.”

Kini, saya menyadari, bahwa dunia di luar sana tidak selamanya mulus. Angin tak akan selamanya berhembus sepoi-sepoi hingga menyejukkan hati, namun ada kalanya ia datang dengan kecepatan yang sanggup untuk memporakporandakan sebuah pohon yang sedalam apapun akarnya menancap ke dalam bumi. Maka, jadilah sekuat pohon beringin, yang mampu bertahan melawan kebiadaban dunia hingga bertahan hingga ajalnya tiba. Saya kira, itu filosofi yang cukup bagus. Hehe.

#to be continued.

4 thoughts on “Awal Masa Depan

Give a comment