Ku Akan Menjagamu, Bougenville-ku

Pagi itu adalah pagi ketika aku baru pulang dari perantauan dalam mencari ilmu. Setelah mandi dan menyegarkan badan aku pun melangkah keluar rumah menuju pekarangan yang begitu asri seperti biasanya. Udaranya sejuk, segar dan membuat jiwa ini menjadi tenang. Burung-burung saling bersahutan tak mau kalah menunjukkan semangat hidupnya. Cahaya matahari masih malu menampakkan diri, sesekali mengintip dari balik awan yang putih yang menutupi langit yang biru. Inilah suasana yang selama ini sangat ku rindukan. Jika ku menoleh ke muka, ku melihat julangan Gunung Sago yang gagah, di kanan dan belakang aku bisa memperhatikan ketegaran bukit Palano yang hijau, dan bunga-bungaan beserta kolam ikan di sisi kirinya. Dan hal yang paling membuatku tenang adalah seorang wanita tegar yang sedang semangat menyapu halaman dan membucuti satu demi satu rerumputan liar yang tumbuh di luar pekarangan. Dialah ibuku.

Pagi itu aku menghampiri ibu, membantunya membersihkan halaman. Pot-pot bunga di pinggir jalan diluar pekarangan terlihat ditumbuhi semak-semak liar. Dengan semangat aku bersihkan satu per satu, hingga sesekali orang-orang di sekitar rumahku hilir mudik berlalu lalang dihadapan. Banyak wajah-wajah baru yang tak ku kenal, mungkin karena aku sudah jarang menghabiskan waktu untuk pulang seperti kala itu, sehingga orang yang baru pindah kesana aku pun tak tahu.

Matahari semakin meninggi. Rerumputan yang mengganas kami cabut dari tempat ia tumbuh, satu per satu bunga kami bersihkan bersama. Ibu membucuti rumput, aku menyapunya perlahan sambil menarohnya dalam karungan sampah. Hingga suatu ketika kami membersihkan beberapa bunga bougenville yang ranum, ibuku memberikan nasihatnya padaku.

Bunga ini, adalah bunga kertas. Ibu salut dengannya. Meskipun ibu jarang menyiramnya, meski ibu taroh ia di pinggir jalan, meski semua daun dan bunganya telah gugur hingga meninggalkan rantingnya, dan meski ia terlihat seperti telah mati, namun ketika ia kita siram sekali saja, keesokan hari ia akan mulai menumbuhkan tunas-tunasnya, memperlihatkan keanggunan bunga-bunganya dan terlihat seperti hidup kembali. Namun ingat, ia juga mempunyai duri yang tajam. Jangan macam-macam dengannya, jika kau tak ingin terluka. Begitulah kita seharusnya di dunia. Meski kita terkadang ditimpa musibah dan cobaan yang sulit, meskipun kita kehilangan segala hal yang kita miliki dan bahkan di saat kita pesimis untuk bisa bertahan hidup, maka ketika kita memiliki kesempatan sekali saja, maka tumbuhlah dengan perkasa seperti bunga kertas ini. Jangan pernah biarkan siapapun mempermainkan hidupmu, tunjukkanlah ‘kemampuanmu’ dengan perbuatan nyata, hingga suatu saat kau bisa tumbuh kembali dengan tegarnya. Inilah ia, bunga bougenville.

Kalimat demi kalimat yang beliau ucapkan pagi itu sungguh telah menggetarkan hatiku. Ia seakan menceritakan kehidupannya sendiri di hadapanku. Aku tahu, ibuku adalah wanita paling tegar yang pernah aku temui di dunia ini. Sungguh panjang cerita dan kisah hidupnya, beberapa diantaranya sungguh diluarbatas ketegaran manusia biasa. Dan dari kisahnyalah aku terus belajar dan belajar menghadapi kehidupanku yang sekarang. Inilah dia. Ibuku sama seperti bougenvile ini, gumamku dalam hati. Hingga pagi itu mataku begitu lama menatap bunga bougenville itu, hingga tersadar rerumputan sudah tercabut dari tanahnya. Entah bisikan siapa yang terdengar dari telingaku, yang mengatakan bahwa aku harus menjaga bunga-bunga bougenville ini sampai aku mati, meskipun aku telah kehilangan ibuku suatu saat nanti. Sungguh, mungkin hanya dengan beginilah kenangan itu akan tetap ada di dalam hatiku, dan aku akan merasakan keberadaannya, lewat keberadaan bunga-bunga bougenville ini.

gambar-bunga-bougenville-1024x768
Bunga Bougenville

:: Sayangi dan teladanilah ibumu ::

Nb: Gambar diambil dari http://katalogtanaman.com

3 thoughts on “Ku Akan Menjagamu, Bougenville-ku

Give a comment