Gelar Dokter, Sebuah Amanah Besar

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Sungguh Ia telah memberiku sebuah amanah yang besar. Dan sesungguhnya tiadalah ujian yang lebih berat dari pada sebuah amanah. Ya Rabb, kuatkanlah keyakinanku bahwa setiap ujian yang Engkau timpakan kepada hamba-Mu adalah sesuatu yang sesuai dengan kemampuan hamba-Mu.

Aku masih ingat masa-masa ketika Allah memberiku kabar gembira ini dibalik sebuah layar telepon genggam. Jauh dari kampung halaman. Dengan ke-Maha Kuasaan-Nya, Ia mengizinkan namaku tersemat di antara nama-nama dokter muda yang lulus ujian kompetesi. Ketika itu, waktu terasa berhenti sejenak. Bahagia, haru, semuanya bercampur aduk di dalam hati. Terlebih ketika mengabarkannya untuk ibuku di rumah. Ibuku menangis sujud syukur seketika.

Ya Allah. Izinkanlah aku mengatur setiap bait kesyukuran atas segala rahmat yang Engkau berikan. Seperti sejak hari itu.

Aku, yang waktu itu hanyalah seorang anak kampung yang bermimpi menjadi dokter. Ibu dan ayahku yang kedua-duanya berasal dari keluarga miskin dan terbelakang, dengan mimpi-mimpi besar merekalah yang membuatku belajar akan arti kehidupan.

Ibu, sejak dari kecil hidup di sebuah kampung, seorang anak sulung yang menjadi kakak untuk kedua adiknya, dari dulu memang tidak pernah kenal dengan kata lelah dan menyerah. Meski hanya anak seorang tukang bangunan yang penghasilannya tidak menetap dan seorang ibu rumah tangga yang tiada berpunya, tidak membuatnya berhenti bermimpi dan menggapai cita-cita. Bahkan kehidupan terperih pun pernah dijalaninya ketika tiada lagi uang untuk pembeli beras untuk sekedar penyambung perut dikala lapar. Tapi ia tak mengenal putus asa. Ia belajar dengan tekun setiap malam hingga meraih juara hingga menjadi murid teladan se-Sumatera Barat, ia bekerja paruh waktu setiap hari guna menambah biaya hidup untuk keluarganya, ia yang tak pernah kenal dengan kehidupan mewah seumur hidupnya hingga hari ini, begitu sederhana. Bahkan tawaran belajar ke Kanada dan menjadi mahasiswa undangan di ITB Bandung pada tahun 80-an itu pun harus kandas karena Bapaknya tak punya biaya. Ia pun harus mengubur impiannya menjadi dokter ketika sang Bapak pun tidak merelakannya karena ketiadaan dana. Akhirnya jadilah ia seorang guru hingga hari ini. Hidup sederhana dengan gaji bulanan yang ia terima dari pemerintah sebagai pegawai negeri, dan membesarkan anaknya dengan cinta sepenuh hati dan cerita-ceritanya yang penuh inspirasi.

Ayah, sejak kecil hidup di hutan perbukitan yang amat terpencil, rumahnya pun tak pernah masuk listrik sampai sekarang kecuali listrik dari tenaga surya sumbangan pemerintah. Hidup merana sejak kecil sebagai anak sulung dari enam orang bersaudara kandung, dibawah garis kemiskinan. Makanan sehari-harinya hanya nasi, garam dan samba lado, hingga terkadang sampai menanti-nanti hari raya Qur’ban untuk sekedar menikmati daging qurban karena saking miskinnya. Setiap hari harus menerima kerasnya hidup untuk mencari nafkah di hari-hari sekolahnya. Sekolah SD sampai SMP tidak punya sepatu. Seragam pun hanya ditambal ketika sudah sobek. Tapi sekali lagi, seperti ibu, ia tak kenal kata lelah. Motivasinya untuk menaikkan taraf hidup keluarga meski masih kecil sungguh luar biasa. Walaupun hanya bercita-cita menjadi seorang supir bintang rosa, satu-satunya bus yang masuk ke kampung ayah, ia bekerja paruh waktu hingga bisa menjadi seorang sarjana dengan biaya sendiri. Pertemuannya dengan ibu membuat mereka mulai membangun hidup dari gaji bulanan yang sama. Tapi aku tak pernah melihatnya berhenti berusaha.

Mereka adalah inspirasi terbesar dalam hidup. Keterbatasan ekonomi tidak pernah menjadi beban dalam hidup mereka. Keyakinan mereka akan kebesaran-Nya telah mempengaruhi perjalanan hidupku, hingga akhirnya mereka mendidik dan membesarkanku hingga gelar dokter itupun Ia sematkan di pundakku. Sejak saat itu, aku tak akan pernah berhenti bermimpi dan mewujudkan mimpi-mimpiku.

Alhamdulillah, 22 April 2015. Sumpah dokter itupun ku ucapkan bersama dengan teman-teman sejawat yang memiliki takdir yang sama denganku di sebuah aula bersejarah, Aula Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Aku menyadari profesi dokter bukanlah sesuatu yang mudah untuk dipertanggung jawabkan di hadapan-Nya suatu hari nanti. Namun jika ini adalah jalan terbaik untuk-ku, dan ini adalah jalan cerita-Nya untukku, tidak ada kata yang pantas ku ucapkan selain Bismillahirrahmanirrahim. Berharap semoga Allah memberiku pundak yang kuat untuk memikul amanah besar ini, berharap semoga Ia ridho dengan perjalanan hidup ini. Menjadi dokter sebagai cita-cita sejak kecil, menjadi harapan keluarga, semoga ilmu dan keterampilan yang Ia anugerahkan padaku bisa bermanfaat untuk umat manusia, untuk Indonesia, dan untuk agamaku tercinta, Islam.

Dengan ini, jangan pernah takut lagi untuk bermimpi, gapailah mimpi-mimpimu mesti setinggi bintang di langit. Jangan takut terjatuh karena bermimpi terlalu tinggi, setidaknya mimpi yang tinggi akan membuat usaha ini menjadi lebih besar daripada sekedar menggantung mimpi hanya setinggi jangkauan tangan. Seperti sebuah kutipan dari buku yang ditulis oleh Ahmad Rifa’i, “Orang besar adalah orang biasa yang bermimpi untuk menjadikan masa depannya berubah jadi luar biasa. Bermimpilah yang besar. Bahkan sebelumnya Anda pikir impian itu bakal sangat sulit untuk Anda jangkau. Karena perbedaan antara orang kecil dan orang besar adalah terkait erat dengan kadar mimpinya.”

Segala Puji hanyalah milik Allah, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang penuh harap. Terima kasih banyak ayah dan ibu, keluargaku, guru-guruku, teman-temanku, dan semua pihak yang telah mendo’akan dan mendukungku untuk meraih cita-cita ini. Terutama ayah dan ibu, jasa-jasamu mungkin tak kan pernah bisa ku balas seumur hidupku. Laa hawla walaa quwwata illa billah. Tiada daya dan upaya melainkan semuanya datang dari Allah. Barakallahu lakum, doakan aku menjadi dokter yang amanah dan selalu bisa membuat kalian tersenyum. Aamiin. :)11039249_10204162913140835_7465920995267686689_n

5 thoughts on “Gelar Dokter, Sebuah Amanah Besar

Give a comment