Refleksi Idul Fitri: Pesan-Pesan untuk Diri

Selamat datang Syawal. Eid Mubarak. Selamat datang Idul Fitri. Ketika hari berganti hari kita menyadari bahwa ternyata hidup ini memang cuman sebentar. Nggak tau kapan akan berakhir, namun yang pasti tidak lama. Seperti Ramadan yang telah pergi meninggalkan kita. Menyisakan sisa-sisa semangat untuk memperbaiki diri.

Ramadan memang sudah pergi. Tapi ketika Allah bilang di dalam al Qur’an, puasalah agar kamu bertaqwa, tentulah rasanya rugi banget kalau yang namanya taqwa itu nggak juga hadir di dalam hidup kita. Taqwa memang kata yang sederhana, simpel, mudah diucapkan. Tapi…, ya.. mengamalkannya amatlah berat bagaikan memindahkan gunung dari pasaknya. Mustahil? Tidak juga. Kalau punya kekuatan kaya superman atau Hercules di cerita-cerita fiksi, mungkin bisa. Hehe. 😛

Tapi ya, mungkin sulit mencari pembading lain buat menggambarkan bagaimana susahnya menjalankan dan mengamalkan kata taqwa. Jika dulu di tsanawiyah diajarin bahwa yang namanya taqwa itu adalah rasa takut kepada Allah, sehingga kita menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, maka hari ini aku tertegun, memang benar.. ujian yang paling besar adalah ketika berusaha mengamalkannya. Tapi jika hati telah lunak, maka tak pulalah sulit kiranya. Pertanyaannya, apakah hati ini terlalu keras sehingga tak mampu menjadi taqwa?Â đŸ˜„ Jadi ingat sebuah ayat al-Quran..

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”. (QS. Al-Baqarah: 45-46)

Tiap hari ada aja cobaan yang datang buat menguji keimanan. Cobaan lahir batin..masih aja bertubi-tubi. Bisikan-bisikan setan makin menjadi-jadi. Kalau nggak hati-hati, terjerumus, pasti. Itulah, kalau boleh dibilang, sebenarnya bukan Ramadan-lah bulan penuh ujian. Justru bulan di luar Ramadan kaya gini adalah arena ujian yang sebenarnya. Di bulan Ramadan setan pada dibelenggu, pintu surga dibuka selebar-lebarnya sedangkan neraka ditutup, jadi hati lebih cendrung buat beramal saleh. Apalagi ditambah dengan imbalan pahala super luar biasa dari Allah, mana nggak bikin semangat ya nggak? Tapi, di luar Ramadan, setan udah bebas lagi berkeliaran, entah itu dalam wujud jin atau manusia, yang siap menggoda dan menyeret bani Adam ke kenistaan. Godaan makin berat. Ujian makin hebat. It is really something.

Maka memang gak ada jalan lain selain belajar lebih mencintai Allah dari segala-galanya. Hanya hati yang mencintai Allah yang benci berbuat maksiat, dan suka beramal saleh. Bukan karena ingin dapat pahala, bukan pula karena ingin masuk surga, tapi yang paling penting adalah, ingin diridhoi oleh Allah. Ridho, kalau dibawa ke bahasa awam memang agak sulit, tapi jika bisa dibilang, ia jauh di atas cinta, di atas suka, di atas sayang, di atas senang. Jauh di atas itu. Itulah Ridho. Kalaulah Allah telah ridho dengan kita, maka apa lagi yang mesti kita cari dari hidup ini? Bukankah kita bangun pagi, pergi ke mesjid, belajar giat siang malam, shalat, mengaji, berpuasa, bersedekah, berzakat, semuanya karena ingin mencari yang namanya Ridho Allah? Namun sekali lagi pertanyaannya, sudahkan niat kita itu benar-benar lurus? đŸ˜„

Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar. (QS. An Nisaa: 114)

Sedih, ya sedih rasanya ditinggal Ramadan. Apalagi saat momen-momen azan magrib di hari terakhir Ramadan kemarin. Langit sendu banget. Udah pergi. Nggak disini lagi. Kalau ingat teman-teman yang kemarin sore main sama kita, ngobrol, becanda, tapi sekarang udah nggak ada, hati ini jadi tertegun, akankah kita nggak bisa ketemu Ramadan lagi seperti mereka setelah ini? Wallahu’alam. Jika dipanggil Allah setelah ini, sudahkah kita siap atau belum? Ya Rabb..

Emang mati nggak bisa diramal atau diprediksi. Kalo udah datang ya udah. Out. Beruntung kalau pas datang lagi iman memuncak, tapi kalau nggak. Naudzubillaah.. đŸ˜„

Tapi, idul fitri diajarin baginda Nabi buat dirayain penuh suka cita. Ini hari raya kita. Hari senang-senang. Hari saling bersilaturrahmi. Menggiatkan syiar Islam. Maaf-maafan, menghilangkan dendam kaji lama. Membantu sesama. Kaya miskin, semuanya berhari raya, semuanya bersuka cita. Maka seorang mukmin pastilah merasa tidak rela ketika mendengar kabar di Papua, ketika masjid di Karubaga, Kab.Tolikara, Papua dibakar orang-orang gak bertanggung jawab ketika hari raya. Paling miris itu ketika insiden itu terjadi ketika shalat Ied. Marah. Geram. Sudah nggak tau lagi kata-kata apa yang mau diucapkan ketika mendengar saudara-saudara seiman diperlakukan seperti itu, di hari yang seharusnya penuh dengan suka cita. Apalagi setelah mendengar langsung penuturan dokter sejawat yang pernah nginap di masjid itu ketika PTT di Papua. Di media sosial, ketika melihat masjid yang sekarang sudah rata dengan tanah, tinggal puing-puing seng-seng dan bebatuan sisa bangunan, rasanya sungguh menyedihkan. Semoga Allah memberi pertolongan kepada saudara-saudara muslim di sana. Namun mesti yakin, insya Allah segala sesuatunya telah terselip hikmah di dalamnya yang bisa diambil pelajaran. Semuanya sudah diatur sama Allah.

Terakhir, ini catatan buat diri sendiri. Memang hidup ini cuman sebentar. Tapi nggak afdol pulalah rasanya waktu yang sebentar itu dibuang-buang untuk sesuatu yang tidak berguna. Padahal di dunia ini kita mencari bekal buat hidup di akhirat. Bekal itu dicari dengan ilmu. Ilmu itu baru berbuah jika diamalkan. Barulah amal itu menjadi bekal. Mudah-mudahan kita senantiasa sadar penuh sebagai seorang mukmin. Berniat, belajar, lalu beramal. Itu semua gak lain dan gak bukan tujuannya cuman satu, yakni mengharap ridho Allah.

Di beberapa hari yang mulia ini, -meski udah agak telat-, izinkan saya mengucapkan, taqabbalallaahu minna wa minkum, selamat Hari Raya Idul Fitri bagi saudara-saudara seiman. Mohon maaf lahir batin.. 🙂 Semoga Allah mempertemukan kita kembali dengan Ramadhan di tahun depan. Amin..ya Rabbal ‘alamin… 😀

5 thoughts on “Refleksi Idul Fitri: Pesan-Pesan untuk Diri

  1. Gara

    Selamat hari raya idul fitri yak… minal aidin wal faidzin mohon maaf lahir batin. Mohon maaf kalau selama ini ada kekhilafan yang pernah saya perbuat dan itu meninggalkan rasa tak enak di hati :hehe. Semoga kita semua bisa jadi insan yang lebih baik lagi, ya :)).

    Like

Give a comment