Puncak Kegalauan

Dua ribu tiga belas. Insya Allah, jika Allah berkenan, tahun ini aku akan memakai baju putih dan melayani pasien di Rumah Sakit. Bahasa kerennya, menjadi seorang dokter muda. Meskipun istilahnya sudah ganti, tapi hakikatnya masih sama. Koass. Entah kapan hal itu akan benar-benar terjadi. Semakin menghitung hari, aku semakin deg degan.

Tak bisa ku pungkiri, rasanya penuh kesyukuran saat melalui ini semua, dan alangkah tingginya karunia Allah padaku selama tiga setengah tahun belajar di FK ini. InsyaAllah, beberapa hari lagi, jika Allah memperkenankan itu semua terjadi, aku diizinkan oleh Allah untuk lulus perdana  dari sekian ratus kepala di angkatanku, satu dari dua puluhan lainnya. Bagiku, itu suatu karunia Allah swt yang sungguh besar, meskipun aku tak memungkiri bahwa pasti Allah telah menetapkan rencana-Nya untuk setiap hamba-Nya, untukku, untuk sahabat-sahabatku yang belum berkesempatan untuk lulus perdana. Dan aku sangat yakin akan hal itu, saat kita telah berjuang. Semua itu adalah rencana-Nya, kehendak-Nya. Tak mesti ada kebanggaan, tak perlu ada kekecewaan, insya Allah.

Namun tetap saja, masa depan dan hari esok belum menjadi kenyataan, masihlah angan-angan. Setiap apapun harapan yang mungkin datang, jangan sampai membuat kita lupa dengan kuasa Allah swt. Dengan takdirnya. Dengan ketentuan-Nya, yang masa depan itu masih berada di genggaman-Nya. Kita hanyalah hamba yang lemah yang mesti terus berusaha dan berdo’a, agar Ia mentakdirkan sesuatu yang baik untuk kita.

Akan tetapi, beberapa hari ke depan, sepertinya aku akan semakin berada di puncak kegalauan. Antara senang dan cemas, yakin dan tidak yakin. Setelah yudisium sarjana kedokteran (S.Ked), ada ujian Kompre dan OSCE yang menanti. Dan itu hanya berselang satu hari dengan yudisium S.Ked. Yang jelas, tetap berusaha semampunya, sampai hati ini terpuaskan, lalu terima hasil dengan qanaah.

Aku selalu bilang pada diriku untuk berusaha dan berdo’a dengan sebaik-baiknya, lalu terima apapun hasilnya nanti, apapun itu pasti yang terbaik. Namun terkadang rasa cemas dan khawatir masih tetap ada menghantui. Bisikan setan-setan ini meragukan keyakinan, melemahkan iman. Rasa takut kadang datang, rasa tak percaya diri, rasa minder dan rasa-rasa negatif lainnya. Butuh iman dan keyakinan yang kuat untuk melawan itu semua. Aku berharap bisa melaluinya dengan baik ya Allah.

Namun, tak pantas rasanya aku ketakutan ketika ada kesempatan yang terbuka lebar untukku. Harusnya aku bisa lebih yakin dan lebih kuat, bahkan teman-temanku yang lain, meskipun belum memiliki peluang untuk lulus perdana, mereka tetap bisa tersenyum dan tertawa. Mereka begitu kuat dan luar biasa. Terutama untuk mereka yang ikhlas membantuku belajar untuk mempersiapkan diri menjelang ujian, sebut saja teman-teman MAK DEN yang sangat aku cintai, dan aku sangat bersyukur berada di antara mereka, aku selalu diberi semangat, meski mereka tak menyadarinya.

Hah. Itulah, sebait tulisan galau sore hari. Aku harap, aku bisa belajar untuk tidak galau lagi. ckck.. Babak final segera menanti, dan aku harus semangat, seperti yang lain.

“Rabbi dzidni ‘ilman, war dzuqni fahman. Rabbishrahli sadri, wayassirli amri, wahlul uqdatam millisani, yafqahu qauli”. Ilmu itu datang dari Allah, dan kefahaman itu adalah anugerah Allah yang sungguh besar. Tiada hal yang patut dibanggakan, bahkan ilmu itu, adalah sebuah amanah yang dititipkan, dan akan diminta pertanggung jawabannya di akhirat. Akan tetapi, dengannyalah, kita bisa mendapatkan derajat yang tinggi, di sisi Yang Maha Tinggi Ilmu-Nya. Wallahu’alam.

Give a comment