Bukit Sawah Bebatuan, Sebuah Permadani di Nagari Kubang

Alhamdulillah, setelah sekian minggu gak sempat jalan-jalan karena lagi berdamai sama kabut asap yang makin hari makin parah, minggu lalu saya akhirnya sempat muter-muter lagi bareng motor kesayangan ke sebuah desa di Kabupaten Lima Puluh Kota. Syukurlah ketika itu asap sudah agak mulai berkurang, meskipun langit biru masih belum keliatan. Padahal tiga hari sebelumnya kabut asap di Payakumbuh bisa dikatakan benar-benar menghilang, ketika kembali bisa menyaksikan langit biru yang sudah lama dinantikan. Melihat lagi perbukitan di sekitaran rumah, hingga Gunung Sago yang berdiri gagah di depan pemandangan rumah. Innalillah, mungkin faktor angin juga yang membuat asap kembali menyingkupi kabut di kota ini, dan harus membuat Payakumbuh gagal move on. 😦

Baiklah.

Meksi demikian, alhamdulillah masih bisa ngajak si motor melalang buana lagi, meskipun wajah masih dipakein masker. Kali ini, saya menlusuri jalanan sepanjang pedesaan di kecamatan Akabiluru hingga tembus ke kecamatan Guguak Kabupaten Lima Puluh Kota. Perjalanan dimulai dari Kota Payakumbuh melewati batas kota lalu beranjak ke Nagari Batu Hampar, Sariak Laweh, lanjut Ke Suayan, hingga sampailah di Nagari Sungai Balantiak, Pauah Sangik, hingga Kubang. Perjalanan menuju Nagari Sungai Balantiak ini memakan waktu sekitar satu jam.

Rute menuju Kubang via Batu Hampar
Rute menuju Kubang via Batu Hampar

Awalnya hanya bermula dari rasa penasaran, sebab rute ini belum pernah saya tempuh sebelumnya, padahal lokasinya lumayan dekat dengan Payakumbuh. Kalo di peta dapat kita lihat jaraknya lebih kurang 28,7 km. (Gak deket-deket amat juga sih, hha 😛 ) Meskipun rute jalan yang terdapat di google map gak persis sama dengan jalan aslinya, setidaknya bisa jadi gambaran.

Dan apa yang saya temukan?

Awal berkendara, memasuki jalan di Nagari Batu Hampar, saya melewatkan beberapa rumah penduduk yang berdiri di sepanjang jalan. Beberapa toko dan kios tampak mengisi pemandangan. Menelusuri sedikit jauh, saya menemukan sehampar pemandangan indah dengan latar sawah dan pegunungan. Meskipun langit masih tampak kelabu tertutup kabut asap.

1 2

Pemandangan sawah dan perbukitan memang sesuatu hal yang sangat mudah dijumpai di hampir semua negeri di Sumatera Barat. Tapi, bagi saya ada kesan unik tersendiri dari setiap pematang sawah yang saya lewati. Meski kesan itu sulit saya ungkapkan.

Perjalanan terus berlanjut melewati sebuah negeri bernama Sariak Laweh. Kalau dalam bahasa Indonesia, “sariak” berarti sejenis bambu, sedangkan “laweh” berarti luas. Sehingga “Sariak Laweh” bisa diartikan “Padang bambu yang luas”. Tapi, sepanjang perjalanan saya tak menemukan batang bambu. Ya begitulah. Haha. Sesekali hanya melewati rumah penduduk dan jalan di depan Kantor Wali Nagari Sariak Laweh.

3

Lebih jauh, saya terus menelusuri ujung jalan yang makin lama makin menyempit ini. Sekitar lima belas kilometer setelahnya, masuklah saya di sebuah Nagari Bernama Nagari Suayan Tinggi dan Suayan Randah. I’ve no idea what the meaning is. Hehe. 🙂 Jalan ke Suayan lumayan cukup berkelok-kelok, mendaki dan menurun, ditemani jurang di kanan dan tebing di kiri. Beberapa rumah penduduk sesekali menyeruak di tepian jalan. Tapi maaf gak ada dokumentasi. Ckck. Barulah ketika sampai di Nagari Sungai Balantiak, yang ditandai dengan Mesjid Raya nya dan beberapa Rumah Gadang, saya sempat mengambil sedikit gambar.

4

5

Selepas Sungai Balantiak, saya lalu melewati sebuah Nagari bernama Pauah Sangik. Dari tempat ini,  jalan yang tadinya masih beraspal, perlahan-lahan mulai sedikit jelek, sampai ke kondisi berlubang cukup parah dan hanya menyisakan kerikil dan tanah. Tampaknya, saya mulai memasuki perkampungan yang cukup terpencil di Kabupaten Lima Puluh Kota. Kendaraan di tempat ini sudah tak lagi seramai Sungai Balantiak. Jika dilihat di google maps, Pauah Sangik merupakan daerah perbatasan Kecamatan Akabiluru dengan Kecamatan Guguak di Kabupaten Lima Puluh Kota. Tapi, justru tempat inilah tempat terindah yang saya temukan di sepanjang perjalanan.

6

Inilah pemandangan menakjubkan yang pertama kali saya lihat ketika melewati sebuah jalanan kecil penuh kerikil dan bebatuan. Di sejauh mata memandang, saya menyaksikan sebuah padang perbukitan yang dihiasi dengan sawah hijau yang berjenjang-jenjang di setiap lerengnya. Tapi yang unik dari yang pernah saya lihat di pemandangan sawah berjenjang selama ini adalah, gugusan bebatuan raksasa yang terhampar di tepian-tepiannya. Saya menyebut tempat ini “Bukit Sawah Bebatuan.” Belakangan saya baru mengecek lokasi tempat ini di google maps, daerah ini termasuk ke dalam Nagari bernama “Kubang”, di Kecamatan Guguak, Kabupaten Lima Puluh Kota. Barangkali tempat ini adalah daerah pinggiran Nagari Kubang.

7
Penampakan jalan menelusuri Perbukitan Sawah Bebatuan
8
Pemandangan lain di Kubang
9
Jalan yang membelah pematang sawah
10
Batu besar dilihat dari dekat, seperti tenggelam di lautan sawah
11
Melewati Pematang Sawah yang luas
13
Kerbau sedang asyik bersantai di Kubangan lumpur, barangkali inilah alasan mengapa Nagari ini disebut dengan nama “Kubang”

Seiring melintasi jalan kecil yang membentang di tengah-tengah pemandangan sawah yang luas, saya kemudian mulai melihat beberapa rumah penduduk yang tampak sederhana. Rumah itu meski sederhana namun sudah dilalui listrik, tampak dari “tonggak listrik” yang berjejer di tepi jalan.

12
Jalanan semi-off road yang terbentang di perbukitan sawah bebatuan, beranjak memasuki pemukiman penduduk
14
Suasana pemukiman penduduk di tepian perbukitan sawah bebatuan. Rumah yang amat sangat sederhana.

Saya perhatikan, sejumlah besar penduduk di sini mestilah bekerja sebagai petani dan peternak kerbau. Namun, saya menemukan beberapa spot unik di sepanjang tepian jalan, misalnya seonggok jemuran ubi singkong yang terdapat di beberapa bagian. Ubi singkong ini tampak telah dipotong-potong kemudian dijemur di terik matahari, lalu tentu saja nanti akan diolah  menjadi berbagai jenis makanan olahan khas Minang, seperti kerupuk singkong, kerupuk balado, kerupuk sanjai, dan lain-lain.

15
Jemuran Ubi Singkong. Bahan makanan yang sering diolah oleh masyarakat Minang menjadi cemilan kerupuk beraneka rasa, asal muasal dari Kerupuk Singkong Balado, Kerupuk Kuning, Kerupuk Sanjai, dan lain-lain.

Puas banget. Meski sudah jauh-jauh kemari, mata saya dihibur oleh temuan yang luar biasa seperti ini. Saya jadi bisa merasakan ruh-ruh hidup di pedesaan yang masih tradisional banget. Ditambah lagi dengan pemandangan alam yang menakjubkan. Meskipun kabut asap masih tampak di langit, tapi keindahan alamnya masih bisa dinikmati. Alhamdulillah..

Singkat cerita, setelah melewati Bukit Sawah Bebatuan ini, saya makin ditantang dengan jalanan mendaki ke sebuah bukit dengan jalan yang super ekstrim. Lubang besar dimana-mana, sampai harus ganti benen motor karena bocor halus. Ckck.. Tapi tak apalah. Berkorban dikit. Ckck. 🙂

Ya, mungkin itu sedikit dokumentasi perjalanan. Setelah melewati bukit terjal dan sampai di perkampungan penduduk di Kubang, saya kemudian mengarahkan motor menuju ke Payakumbuh melewati jalan raya Tan Malaka yang tembus dari tempat ini. Dari sini jalan ke Payakumbuh sudah sangat lancar dan cukup ramai. Alhamdulillah, hingga akhirnya sampailah kembali di rumah dengan selamat. 🙂


Akhir kata, saya juga ingin mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha 1436 H. Selamat berqurban! 😀

5 thoughts on “Bukit Sawah Bebatuan, Sebuah Permadani di Nagari Kubang

  1. Gara

    Sumatera Barat memang khas banget dengan kontur tanah yang tidak ratanya ekstrem tapi menakjubkan ingat Kelok Sembilan :haha. Keren, Kak. Mudah-mudahan hutan di sana tetap asri dan tidak dirusak tangan-tangan jahat, jadi keindahannya tetap bisa bertahan sampai anak cucu :amin.

    Liked by 1 person

    • Sandurezu サンデゥレズ

      Iyap. Exactly Gara.. Kalau diliat2 dari seluruh provinsi di Sumatera, Sumbar memang sebagian besar wilayahnya terdiri dari perbukitan dan pegunungan.. dan itu emang ‘sesuatu’ banget… 🙂 Amin.. semoga keindahannya tetap terjaga sampai kapanpun 😀

      Liked by 1 person

Give a comment